Rabu, 27 Mei 2009

agrariaaa

PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN dlm pengadaan tanah
1. Jenis penggunaan Tanah (Proyek)nya
2. Status Tanah yang Tersedia
3. Respon/Kesediaan Pemilik Tanahnya
4. Letak/Lokasi tanah dan RTRW setempat

JENIS PROYEK
A. KEPERLUAN PERORANGAN
• Hak yang diberikan kepada perorangan adalah Hak Milik.
• Kalau tanah itu untuk pertanian, ada pembatasan luasnya menurut Pasal 17 UUPA, yang peraturan pelaksananya UU No. 56/Prp/1960 tentang Landreform. Sedangkan untuk perumahan belum ada pembatasannya (Pasal 12 UU 56/Prp/1960)
B. KEPERLUAN PERUSAHAAN
Untuk keperluan usaha tidak diberikan Hak Milik, tetapi dapat diberikan dengan :
• Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat diperpanjang 25 tahun;
• Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun;
• Hak Pakai, dengan jangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 20 tahun;
• Hak Pengelolaan (BUMN, BUMD)

C. KEPERLUAN KHUSUS
• Untuk instansi pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan, Instansi-instansi lainnya di kota, atau membangun kantor kepala desa di desa, dengan Hak Pakai. Hak Pakai ini dimaksudkan untuk keperluan membangun kantor bagi kegiatan sehari-hari.
• Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara, misalnya Perum/Pesero, Perjan, Perusahaan Daerah, juga diberikan Hak Pengelolaan (umpamanya bagi industrial estate, bonded ware house). Sedangkan untuk perusahaan Perkebunan Negara, tidaklah dengan Hak Pengelolaan tetapi dengan Hak Guna Usaha.
• Untuk kegiatan keagamaan, hak yang tersedia adalah Hak Pakai (pasal 49 ayat 2 UUPA) dengan jangka waktu tidak terbatas.
• Untuk perwakilan negara asing, misalnya untuk kantor kedutaan dan/atau rumah kediaman kepala perwakilan asing, diberikan Hak Pakai secara cuma-cuma dan jangka waktunya pun tidak terbatas (=selama digunakan).

STATUS TANAH PADA LOKASI YANG AKAN DIKUASAI
Kemungkinan status tanah yang tersedia:
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Perorangan: sudah bersertipikat dan bekas hak milik adat yang belum bersertipikat
3. Tanah Hak Pengelolaan
4. Tanah Hak Ulayat

TANAH YANG TERSEDIA dari SEGI :
1.Segi fisik terdiri dari:
• Letak tanahnya yang menyangkut masalah yurisdiksi
• Luas tanahnya, dalam hal ini perlu diteliti ukuran yang tepat
• Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik dengan tanah yang bersebelahan
2.Segi yuridis yang meliputi:
• Status tanahnya, apakah tanah itu tanah negara atau tanah hak-hak pribadi tertentu.
• Status subyeknya, siapakah pemilik atau pemegang hak atas tanah
• Hak-hak pihak ketiga yang membebani
• Perbuatan hukum/peristiwa hukum yang telah terjadi
• Apakah ada penguasaaan ilegal diatasnya

TANAH HAK YANG BELUM DIDAFTAR
Bagian tanah-tanah bekas hak Indonesia, antara lain bekas Hak Milik Adat, yang dianggap sebagai tanda buktinya (sebelum UUPA) ialah :
Petuk Pajak:
1.Pajak hasil bumi/”landrente” (bagi Hak Milik Adat di desa-desa)
2.Verponding Indonesia (bagi Hak Milik Adat di kota-kota besar)
Tanda bukti pembayaran pajak tersebut sekarang disebut tanda bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
TANAH HAK YANG SUDAH DIDAFTAR
Sertipikat Hak Tanah yang memuat data yuridis dan data fisik atas bidang tanah yang bersangkutan.
Di dalam sertipikat hak atas tanah terdapat:
1. Salinan Buku Tanah (berisi data yuridis)
2. Surat Ukur (berisi data fisik tanah)


PROSEDUR AWAL PEROLEHAN TANAH
1. Keperluan Perorangan (NON-komersial) = Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli)
2. Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis) = Harus memperoleh Ijin Lokasi (PMNA/K.BPN No.2./1999)
IJIN LOKASI = adalah Ijin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah, guna keperluan usaha penanaman modal

IZIN LOKASI TIDAK DIPERLUKAN dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:
• Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) daripada pemegang saham.
• Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari Instansi yang berwenang.
• Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri.
• Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang pengembangan kawasan tersebut.
• Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan.
• Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 m2 untuk usaha bukan pertanian.
• Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan.
• dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut rencana tata ruang wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah (PMNA/Ka BPN No. 3 Tahun 1999)
1. Hak Guna Usaha (HGU) diberikan oleh:
• BPN: untuk luas tanah lebih dari 200 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas sampai dengan 200 Ha.
2. Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan oleh:
• BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.
3. Hak Pakai (HP) Pertanian diberikan oleh:
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2 Ha.
4. Hak Pakai (HP) Non Pertanian diberikan oleh:
• BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.


JANGKA WAKTU HAK ATAS TANAH (PP No. 40 Tahun 1996)
• HGU: paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan dapat diperbaharui.
• HGB: paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui.
• HP (Pertanian dan Non Pertanian): paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui.
– HGU dan HGB atas nama perusahaan dapat dipergunakan sebagai jaminan hutang dengan dibebani hipotik.
– Untuk perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing yang berbentuk patungan, HGU atas tanah dapat diberikan kepada perusahaan patungan tersebut (sesuai Keputusan Presiden No. 34 tahun 1992).


UU NO.25 TH.2007
Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 22
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan
e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
Pasal 22
(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan

TATA CARA MEMPEROLEH TANAH
1. Perjanjian dengan Pemilik Tanah
2. Permohonan Hak Atas Tanah;
3. Pemindahan Hak Atas Tanah;
4. Pelepasan Hak Atas Tanah;
5. Pencabutan Hak Atas Tanah.

1.PERJANJIAN DENGAN PEMILIK TANAH
a. perjanjian sewa-menyewa;
b. Perjanjian pembebanan Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik ( dituangkan dalam suatu akta pembebanan kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan – PP no 40/1996)
2.PERMOHONAN HAK/PEMBERIAN HAK
a. Apabila status tanah yang ingin diperoleh adalah tanah negara, maka satu-satunya cara untuk memperolehnya melalui permohonan hak.
b. Ada 5 macam hak atas tanah HM, HGU, HGB, HP, HPL

3.PEMINDAHAN HAK
JENISNYA: jual beli, hibah, tukar-menukar, inbreng
Adalah perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya(JUAL LEPAS dalam konsep hukum tanah adat)
Yurisprudensi MA-RI No.123/K/Sip/1970: perbuatan hukum jual beli tanah adalah pemindahan hak yang bersifat“TERANG DAN TUNAI”
TERANG : jual beli dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang (PPAT)
TUNAI : ada dua perbuatan hukum yang dilakukan bersamaan, yaitu:
1. PENJUAL : memindahkan penguasaan yuridis atas tanahnya kepada pembeli untuk selama-lamanya
2. PEMBELI : membayarkan harga (sebagian atau seluruhnya) kepada penjual sahnya jual beli harus memenuhi syarat materiil :
a. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan;
b. Pembeli berhak membeli tanah yang yang bersangkutan;
c. Tanah hak yang bersangkutan dapt diperjualbelikan menurut hukum;
d. Tanah hak yang bersangkutan tidak dalam sengketa;

KONSEKUENSI HUKUM DARI SELESAINYA JUAL BELI :
1. Jual beli tidak dapat dibatalkan karena perbuatan dan pemindahan haknya telah selesai;
2. Apabila harganya baru dibayarkan sebagian tidak berpengaruh pada pemindahan hak karena telah memenuhi syarat tunai ( vide ; Keputusan MA-RI no. 27/k/sip/1976) sisa harga yang belum dibayar adalah hutang pembeli

PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH
pengaturan : uupa pasal 19 pp no.24 tahun 1997 (pasal 37 s.d. pasal 40) pmna/ka.bpn no.3 tahun 1997 (pasal 95 s.d. 106)
pelaksanaan jual beli dilakukan dihadapan ppat:
dengan dihadiri oleh:
1. penjual dan pembeli atau wakil/kuasanya dengan surat kuasa tertulis
2. dua orang saksi
3. setelah akta jual beli dibacakan oleh ppat dihadapan yang hadir, jika isinya
disetujui para pihak dan tidak ada perubahan, lalu ditandatangani oleh penjual dan
pembeli
4. ppat wajib mendaftarkan jual beli ke kantor pertanahan kabupaten/kota
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak akta jual beli tsb. dibuat
pendaftaran jual beli:
di dalam buku tanah dan sertipikat tanah dicatat mengenai “perubahan subyek”,
yaitu: mencoret nama penjual; kemudian mencatat nama pembeli pada kolom mutasi
(pemegang hak baru) lalu setelah itu sertipikat diserahkan kepada pemegang hak baru.

4.PELEPASAN HAK (psl 7 ayat 2 PMNA/ Ka BPN No 3/1999)
Adalah perbuatan hukum melepaskan hubungan hukum Antara Subyek hak atas tanah
Dengan Tanah yang di-haki (dimilikinya)
2 PROSEDUR PELEPASAN HAK
1.PROSEDUR FORMAL PELEPASAN HAK? Melalui :
1. musyawarah secara fair
2. kesepakatan diantara para pihak
3. untuk melakukan perbuatan hukum melepaskan hak (pelepasan hak atas tanah)
2.PROSEDUR SUBSTANSIAL PELEPASAN HAK? Melalui :
1. ada pembayaran ganti kerugian (kompensasi)
2. ada perbuatan hukum pelepasan hak
3. dilakukan bersamaan (serentak-bersamaan)
4. dibuktikan dengan perjanjian pelepasan hak

ALASAN PENGGUNAAN PROSEDUR PELEPASAN HAK
• Adanya kebutuhan Tanah di pihak yang akan menggunakan Tanah
• Pemilik Tanah bersedia melepaskan haknya
• Karena upaya perolehan tanah melalui upaya pemindahan hak secara langsung tidak dapat dilakukan mengingat status hukum (personal status) pihak yang akan menguasai tanah tidak memenuhi Syarat sebagai pemegang hak vide UUPA Pasal 26 ayat(2), 30 ayat(2), 36 ayat(2)

TAHAP PERSIAPAN PELEPASAN HAK
Inventarisasi awal terhadap: tata guna tanah/tata ruang, status hukum tanah dan status hukum subyek/pemilik tanah.
Upaya pendekatan kepada: aparat desa dan kecamatan, pihak kantor pertanahan, para pemilik tanah.
Upaya ini dilakukan bersamaan dengan sosialisasi proyek kepada Pemerintah setempat (sebelum mengajukan Ijin Lokasi)

PELAKSANAAN PELEPASAN HAK (IN CONCRETO)
1.Sesudah Ijin Lokasi diperoleh dan proses pelepasan hak dilakukan
2.Pada saat pelaksanaan pelepasan hak harus ada verifikasi dan up-date terhadap data: kondisi fisik tanah, status hukum tanah, status hukum pemilik.


KONDISI FISIK TANAH :
1.berkenaan dengan adanya tanaman, bangunan, dan benda-benda lain yang akan menjadi hitungan kompensasi
2.pemilikan benda-benda tersebut
3.penguasaan/penggunaan tanah tsb. oleh pemiliknya atau orang lain
4.dasar penguasaan tanah tsb.

STATUS HUKUM TANAH:
1.status/jenis hak atas tanahnya
2.dokumen yang menjadi alat bukti kepemilikan (sudah terdaftar; atau belum?)
3.status kepemilikan tanahnya apakah perorangan atau pemilikkan bersama (misal: harta bersama/gono-gini, harta warisan, tanah wakaf, atau tanah hak ulayat)
4.adakah pembebanan di atasnya?

STATUS HUKUM PEMILIK:
1.apakah perorangan? 2.apakah badan hukum swasta? 3.apakah instansi pemerintah?
Kejelasan status hukum pemilik tanah yg akan diambil alih akan sangat menentukan langkah-langkah selanjutnya hingga tahap pembayaran ganti kerugian dan pelepasan hak yg sah secara hukum

KETELITIAN DAN KECERMATAN PADA SAAT PELEPASAN HAK
PADA SAAT PELEPASAN HAK
Dokumen pendukung lainnya yang harus dilengkapi pada saat pelepasan hak adalah:
1. Surat Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah nya tidak sedang sengketa dan tidak ada pembebanan apapun di atasnya;
2. Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa dan dikuatkan Camat (untuk tanah yang belum bersertipikat);
3. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk tanah yang sudah bersertipikat.

PENCABUTAN HAK ATAS TANAH (psl 18 UUPA jo UU jo UU no. 20 tahun 1961)
asas- asas pelaksanaan pencabutan hak (UU no. 20 tahun 1961)
1. Pencabutan hak dapat dilakukan untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan dilakukan menurut ketentuan undang-undang
2. Pencabutan adalah upaya terakhir apabila upaya lain dalam rangka memperoleh tanah melalui pemindahan hak secara langsung tidak dapat dilakukan
3. Mengingat tanah memiliki fungsi sosial berarti pula bahwa kepentingan bersama harus didahulukan
4. Pelaksanaan pencabutan hak dilakukan dengan keputusan presiden yang memuat keputusan pencabutan hak dan penetapan ganti kerugian.
5. Namun dalam situasi yang mendesak pencabutan hak dapat dilakukan dengan kewenangan menteri agraria
6. Pencabutan hak hanya dilakukan untuk keperluan usaha negara (Pemerintah Pusat dan Daerah)
7. Namun bagi badan hukum swasta tidak tertutup kemungkinan melakukan pencabutan hak dalam rangka usahanya benar-benar untuk kepentingan umum
8. Ganti kerugian harus didasarkan pada nilai nyata/sebenarnya, bukan semata-mata harga pasar namun tidak juga berarti harga yang lebih murah.

PENGATURAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH (UU NO.20 TAHUN 1961)
• Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.
• Oleh karena pencabutan hak itu merupakan tindakan yang sangat penting, karena berakibat mengurangi hak seseorang, maka yang memutuskannya adalah penjabat Eksekutif yang tertinggi, yaitu Presiden.
• pencabutan hak adalah jalan yang terakhir untuk memperoleh tanah dan/atau benda lainya yang diperlukan untuk kepentingan umum.
DASAR PERTIMBANGAN USULAN PENCABUTAN HAK (Pasal 18 UU No.5/1960)
• Menurut Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria maka untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang
• Selain wewenang untuk melakukan pencabutan hak, di dalam Pasal 18 tersebut dimuat pula jaminan-jaminan bagi yang empunya. Yaitu bahwa pencabutan hak harus disertai pemberian ganti kerugian yang layak dan harus pula dilakukan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang

DASAR PERTIMBANGAN USULAN PENCABUTAN HAK (Pasal 2 UU No.20/1961)
a. rencana peruntukannya dan alasan-alasannya, bahwa untuk kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu.
b. keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan.
c. rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu dan kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah yang bersangkutan.

SUBYEK PEMOHON PENCABUTAN HAK PEMERINTAH/PEMDA/BUMN/BUMD DAN SWASTA (Penjelasan Umum angka 5 butir b. UU No.20/1961)
• Umumnya pencabutan hak diadakan untuk keperluan usaha-usaha Negara (Pemerintah Pusat dan Daerah), karena menurut Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria hal itu hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum.
• Sebagai perkecualian, mengadakan pula pencabutan hak guna pelaksanaan usaha-usaha swasta, asal usaha itu benar-benar untuk kepentingan umum dan tidak mungkin diperoleh tanah yang diperlukan melalui persetujuan dengan yang empunya.
• Sudah barang tentu usaha swasta tersebut rencanya harus disetujui Pemerintah dan sesuai dengan pola pembangunan nasional semesta berencana.
• Contoh dari pada kepentingan umum itu misalnya: pembuatan jalan raya, pelabuhan, bangunan untuk industri dan pertamabangan, perumahan dan kesehatan rakyat serta lain-lain usaha dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional semesta berencana.
• Jika untuk menyelesaikan sesuatu soal pemakaian tanah tanpa hak oleh rakyat, Pemerintah memandang perlu untuk menguasai sebagian tanah kepunyaan pemiliknya, maka, jika pemilik itu tidak bersedia menyerahkan tanah yang bersangkutan atas dasar musyawarah, soal tersebut dapat pula dianggap sebagai suatu kepentingan umum untuk mana dapat dilakukan pencabutan hak.

JENIS PENCABUTAN HAK, UU No. 20/1961 memuat 2 macam acara pencabutan hak, yaitu:
1. acara pencabutan hak biasa
2. acara pencabutan hak untuk keadaan yang sangat mendesak, yang memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera

PROSEDUR PENCABUTAN HAK-BIASA (TIDAK MENDESAK)
1. Yang berkepentingan harus mengajukan permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu kepada Presiden, dengan perantaraan Menteri agraria, melalui Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan.
2. Oleh Kepala Inspeksi Agraria diusahakan supaya permintaan itu diperlengkapi dengan pertimbangan para Kepala Daerah yang bersangkutan dan taksiran ganti kerugiannya. Taksiran itu dilakukan oleh suatu Panitya Penaksir, yang anggota-anggotanya mengangkat sumpah. Di dalam pertimbangan tersebut dimuat pula soal penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu. Demikian juga jika ada, soal penampungan orang-orang yang menempati rumah atau menggarap tanah yang bersangkutan. Yaitu orang-orang yang karena pencabutan hak tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan/atau sumber nafkahnya.
3. Kemudian permintaan itu bersama dengan pertimbangan Kepala Daerah dan taksiran ganti kerugian tersebut dilanjutkan oleh Kepala Inspeksi Agraria kepada Menteri Agraria, disertai pertimbangannya pula.
4. Menteri Agraria mengajukan permintaan tadi kepada Presiden untuk mendapat keputusan, disertai dengan pertimbangannya dan pertimbangan Menteri Kehakiman serta Menteri yang bersangkutan, yaitu Menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan hak itu. Menteri Kehakiman terutama akan memberi pertimbangan ditinjau dari segi hukumnya, sedang Menteri yang bersangkutan mengenai fungsi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan yang diminta itu benar-benar, diperlukan secara mutlak dan tidak dapat diperoleh di tempat lain.
5. Penguasaan tanah dan/atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada surat keputusan pencabutan hak dari Presiden dan setelah dilakukannya pembayaran ganti kerugian yang ditetapkan oleh Presiden serta diselenggarakannya penampungan orang-orang yang dimaksudkan di atas.

PROSEDUR PENCABUTAN HAK YG BESIFAT MENDESAK
1. Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, maka pencabutan hak khususnya penguasaan tanah dan/atau benda itu dapat diselenggarakan melalui acara khusus yang lebih cepat, keadaan yang sangat mendesak itu misalnya, jika terjadi wabah atau bencana alam, yang memerlukan penampungan para korbannya dengan segera.
2. Dalam hal ini maka permintaan untuk melakukan pencabutan hak diajukan oleh Kepala Inspeksi Agraria (Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota-- today) kepada Menteri Agraria tanpa disertai taksiran ganti kerugian Panitya Penaksir dan kalau perlu dengan tidak menunggu diterimanya pertimbangan Kepala Daerah.
3. Menteri Agraria kemudian dapat memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk segera menguasai tanah dan/atau benda tersebut, biarpun belum ada keputusan mengenai permintaan pencabutan haknya dan ganti kerugiannyapun belum dibayar

PERIHAL GANTI RUGI
1. Kepada yang berhak atas tanah dan/atau benda yang haknya dicabut itu akan diberikan ganti-kerugian, yang ditetapkan oleh Presiden, atas usul suatu Panitya Penaksir, yang anggota-anggotanya mengangkat sumpah.
2. Jumlah ganti kerugian itu menurut pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria haruslah layak. Ganti kerugian yang layak itu akan didasarkan atas nilai yang nyata/ sebenarnya dari tanah atau benda yang bersangkutan. Harga yang didasarkan atas nilai yang nyata/sebenarnya itu tidak mesti sama dengan harga umum, karena harga umum bisa merupakan harga"Catut".
3. Tetapi sebaliknya harga tersebut tidak pula berarti harga yang murah. Tidak hanya orang yang berhak atas tanah atau yang haknya dicabut itu saja yang akan mendapat ganti kerugian. Tetapi orang-orang yang menempati rumah atau menggarap tanah yang bersangkutan akan diperhatikan pula. Misalnya mereka akan diberi ganti tempat tinggal atau tanah garapan lainnya. Atau jika itu tidak mungkin dilaksanakan, akan diberi ganti kerugian berupa uang atau fasilitet-fasilitet tertentu, misalnya transmigrasi.
4. Pembayaran ganti kerugian kepada yang berhak perlu dilakukan di muka beberapa orang saksi, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

GANTI RUGI DIBERIKAN untuk kerugian atas : tanah, bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dg tanah.
BENTUK GANTI RUGI = Uang, Tanah pengganti, dan / atau Pemukiman kembali, Pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yg bermanfaat bagi masy (jika tanah ulayat) Alternatif GR lainnya : penyertaan modal (saham) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
DASAR PERHITUNGAN GANTI RUGI
1.Tanah = dikalkulasi berdasrakan NJOP dan Nilai Nyata / sebenarnya dengan memperhatikan NJOP yang sedang berjalan
2.Bangunan = ditaksir oleh perangkat daerah di bidang bangunan
3.Tanaman = ditaksir oleh perangkat daerah di bidang tanaman

PENYERAHAN GANTI RUGI
1. Kepada pemegang hak atas tanah atau yang berhak, atau kuasanya yg sah,
2. Nadzir bagi tanah wakaf
3. Dititipkan di pengadilan terhadap pemilik yang satu atau beberapa tidak dapat diketemukan

PENOLAKAN MENERIMA GANTI RUGI
Ganti rugi ditolak pemilik tanah :
1. Si-Bekas Pemilik Tanah dapat minta kepada Pengadilan Tinggi agar pengadilan itulahi yang menetapkan ganti kerugian tersebut. Untuk itu akan diadakan ketentuan hukum acara yang khusus, agar penetapan ganti-kerugian oleh Pengadilan tersebut dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. (Lihat: PP No. 39/1973, tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda2 di atasnya))
2. Tetapi biarpun demikian penyelesaian soal ganti-kerugian melalui pengadilan itu tidak menunda jalannya pencabutan hak. Artinya setelah ada keputusan Presiden mengenai pencabutan hak itu maka tanah dan/atau benda-bendanya yang bersangkutan dapat segera di kuasai, dengan tidak perlu menunggu keputusan Pengadilan Negeri mengenai sengketa tersebut.
3. Teranglah kiranya, bahwa kepentingan dari yang berhak atas tanah dan/atau benda yang dicabut haknya itu mendapat perhatian pula sebagaimana mestinya.


► PENDAFTARAN TANAH

Jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan :
1. tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten;
2. penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.

PENDAFTARAN TANAH adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hak-haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
(Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997)

PENDAFTARAN TANAH :
1. pendaftaran tanah sebagai legal cadastre (rechtskadaster) adalah pendaftaran tanah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum.
2. pendaftaran tanah sebagai fiscal cadastre adalah pendaftaran tanah dalam rangka keperluan pemungutan pajak.
SEBAGAI FISCAL CADASTRE Sampai tahun 1961 :
1. untuk tanah-tanah hak barat : Verponding Eropa
2. untuk tanah-tanah hak milik adat di dalam kota : Verponding Indonesia
3. untuk tanah-tanah hak milik adat di luar kota : Landrente/Pajak Bumi
► Dasar Penentuan obyek : STATUS TANAH
► Wajib pajak : PEMEGANG HAK atau \

PEMILIK = UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB, Pasal 4 ayat (1) :
“Subyek pajak adalah orang/badan hukum yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.”
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) : “Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak” DASAR HUKUM :
1. pasal 19 uupa;
2. pp no. 24 tahun 1997 pengganti pp no. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah;
3. pmna/kabpn no. 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan pp no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

TUJUAN PENDAFTARAN TANAH (Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997)
1. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan suatu perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

FUNGSI PENDAFTARAN TANAH :
1.permohonan hak : sebagai syarat konstitusi lahirnya suatu hak dan utk keperluan pembuktian
2.jual beli tanah : utk memperkuat pembuktian dan untuk memperluas pembuktian.
OBYEK PENDAFTARAN TANAH (Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997)
1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
2. tanah hak pengelolaan;
3. tanah wakaf;
4. hak milik atas satuan rumah susun;
5. hak tanggungan;
6. tanah Negara.

ASAS PENDAFTARAN TANAH (Pasal 2 PP No. 24 th 1997) = sederhana; aman; terjangkau; mutakhir; terbuka.

FUNGSI PENDAFTARAN TANAH
1.dalam rangka permohonan hak dan pembebanan hak tanggungan
a. Sebagai syarat konstitutif lahirnya hak/ lahirnya hak tanggungan;
b. Untuk keperluan pembuktian;
2.dalam rangka jual beli tanah
a. Untuk memperkuat pembuktian;
b. Untuk memperluas pembuktian.

PENYELENGGARA DAN PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH

PENYELENGGARA PENDAFTARAN TANAH
Badan Pertanahan Nasional / BPN

PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH
1. Kepala Kantor Pertanahan
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP No. 24 Tahun 1997.

SATUAN WILAYAH TATA USAHA PENDAFTARAN TANAH
1. untuk hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun adalah desa/kelurahan;
2. untuk hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara adalah kabupaten/kota.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
I. pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)
II. pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)

PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
Pengertian = Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar menurut PP No. 10 Tahun 1961 dan PP No. 24 Tahun 1997.
CARANYA :
1. Pendaftaran tanah secara sistematik = adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/Kelurahan.
2. Pendaftaran Tanah Secara Sporadik ( psl 1 angka 10 dan 11 PP no. 24/1997) = adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.

KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI MELIPUTI:
1. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2. pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuannya;
3. penerbitan sertipikat;
4. penyajian data fisik dan data yuridis;
5. penyimpanan dalam daftar umum dan dokumen.

PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur dan buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.

PEMELIHARAAN DATA
A. PEMBUKUAN PERUBAHAN YANG TERJADI :
1.Perubahan haknya= Pembebanan Hak Tanggungan dan Pembebanan Hak Guna Bangunan/Hak pakai diatas Hak Milik
2.Perubahan Subyeknya =
a. Karena terjadi pemindahan hak : jual beli tanah, hibah, inbreng, tukar menukar dll.
b. Pemindahan hak karena lelang
c. Pewarisan karena hukum
3.Perubahan Tanahnya, karena: Pemecahan, pemisahan dan penggabungan
B. PERALIHAN HAK KARENA PENGGABUNGAN, KONSOLIDASI
C. HAPUSNYA HAK YANG MEMBEBANI HAK ATAS TANAH
D. PERUBAHAN DATA KARENA PUTUSAN HAKIM

SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Ada 2 macam sistem pendaftaran tanah:
1. Sistem Pendaftaran Akta (Registration of deeds)
2. Sistem Pendaftaran hak (Registration of titles)

SUMBER DATA :
Baik untuk pemberian hak, pemindahan hak dan pembebanan hak, sumber data yuridis yang dipergunakan adalah AKTA baik untuk RoD atau RoT karena di dalam akta tersebut tercantum dengan jelas mengenai perbuatan hukum yang dilakukan, hak dan penerima haknya.

SISTEM PENDAFTARAN TANAH
1.AKTA : Akta yang didaftar, Pejabat pertanahan bersikap pasif, Tanda bukti : Akta. (Setiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya dan cacat hukum pada suatu akta bisa mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian)
2.HAK : Penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian (Yang harus dibuktikan dengan akta), Pejabat pertanahan bersikap aktif, Tanda bukti : Buku Tanah dan sertipikat (Setiap kali terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru melainkan dilakukan pencatatannya pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah yang bersangkutan)

SISTEM PUBLIKASI
1.POSITIF (PSL 32 ayat 1 PP 24/1997) = sertifikat mrpkn surat tanda bukti yg kuat, Pendaftaran atau pencatatan nama seseorang dalam buku tanah sebagai pemegang haklah yang membuat seseorang menjadi pemegang hak yang bersangkutan, bukan perbuatan pemindahan hak yang dilakukan. (Title by registration, The registration is everything). Dengan didaftarkannya namanya sebagi pemegang hak dalam buku tanah maka orang yang namanya terdaftar tersebut mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat (indefeasible title) walaupun jika kemudian terbukti bahwa yang terdaftar sebagai pemegang hak tersebut bukan pemegang hak yang bersangkutan. Lalu Negara menjamin data yang disajikan, karena data yang disajikan dapat dipercaya kebenarannya dan daya mempunyai daya pembuktian yang mutlak. Selalu menggunakan sistem pendaftaran hak.
KELEMAHANNYA : Dgn selesai dilakukan pendaftaran atas nama penerima hak, pemegang hak yang sebenarnya menjadi kehilangan haknya karena tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum tersebut (dlm keadaan tertentu hanya bisa menuntut ganti kerugian kpd Negara)

2.NEGATIF = sertipikat bkn mrpkn bukti yg kuat melainkan apabila ada pihak lain yg punya hak atas tanah itu dapat menuntut dalam waktu 5 tahun setelah diterbitkannya sertipikat tersebut dgn cara mngajukan keberatanscr tertulis kpd pemegang sertipikat dan kepala kantor pertanahan ataupun mngajukan gugatan ke pengadilan mngenai penguasaan dan penerbitan sertipikat tsb. Sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat seseorang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak yang baru Berlaku asas nemo plus juris : orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri punyai.
Negara tidak menjamin data yang disajikan karena data yang disajikan dalam pendaftaran tidak boleh begitu saja dipercaya kebenarannya, lalu Kalau digunakan sistem pendaftaran akta sistem publikasinya selalu negatif.
KELEMAHANNYA : Biarpun sudah melakukan pendaftaran, pembeli selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya.
Kesimpulannya sistem yg digunakan adalah : Sistem negatif yang mengandung unsur positif
Alasan : Karena menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
Dasar Hukum : Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2),Pasal 32 ayat (2), Pasal 38 ayat (2).

RECHTSVERWERKING
1.ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat (tidak menciptakan ketentuan hukum yang baru ) penjelasan Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997- )
2.dikuatkan dengan yurisprudensi mahkamah agung:
1. Putusan tgl. 10-1-1957 no. 210/K/sip/1955
2. Putusan tgl. 24-9-1958 no. 329/K/Sip/1957
3. Putusan tgl. 26-11-1958 no. 361/K/Sip/1958
4. Putusan tgl. 7-3-1959 no. 7/K/Sip/1959

RECHTSVERWERKING = adalah lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah, kalau hak atas tanah yang bersangkutan selama waktu yang lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan dikuasai oleh pihak lain melalui perolehan hak dengan itikad baik

Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 :
(1) Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang mengenai data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Dalam PP No. 24 Tahun 1997 ada beberapa hal substantif yang dapat dipahami sebagai tendensi untuk menuju sistem pendaftaran tanah positif :
1. Itikad baik yang melatarbelakangi kepemilikan hak atas tanah
2. Pemberlakukan azas kontradiktur delimitasi; untuk mendapatkan kepastian obyek hak atas tanah
3. Pemberlakuan lembaga pengumuman; untuk menjamin kebenaran subyek dan obyek hak atas tanah yang terdaftar
4. Pemberlakuan jaminan untuk tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain setelah 5 tahun sertipikat diterbitkan (Rechtsverwerking)


HAK TANGGUNGAN = Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

DASAR HUKUM:
a. UU No. 5 Tahun 1960 (pasal 25, pasal 33, pasal 39, pasal 51, pasal 57)
b. UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
c. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas, Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah

PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
• Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah
• dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
• berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu
• untuk pelunasan utang tertentu
• memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain
adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain

CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN
• Memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditornya (“droit de preference”);
• Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (“droit de suite”);
• Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum pada pihak-pihak yang berkepentingan;
• Mudah dan pasti pelaksanaannya eksekusi

SIFAT HAK TANGGUNGAN
a. Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.
b. Hak Tanggungan hanya merupakan ikutan (“accessoir”) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.

KREDITUR PREFEREN= kreditur yang mempunyai hak untuk mengambil pelunasan lebih dahului dari hasil eksekusi (ps. 1150 b.w.)

HAK JAMINAN KHUSUS
kepada para kreditur konkuren, yang merasa tagihannya belum cukup terjamin dengan jaminan umum, u.u. menawarkan lembaga jaminan ht (dan beberapa lembaga jaminan khusus lain)
• parate eksekusi merupakan eksekusi yang dilaksanakan tanpa melibatkan juru sita, tanpa fiat ketua p.n., dilak-sanakan diluar hukum acara dan juga tidak didasarkan atas titel eksekutorial
• doktrin menggambarkannya seperti orang yang menjual harta miliknya sendiri
• parate eksekusi sbg. eksekusi yang disederhanakan
• doktrin menyebutnya sebagai eksekusi yang disederhanakan
• disini nampak maksud pembuat u.u. memang hendak memberikan kemudahan kepada kreditur pemegang gadai dlm mengambil pelunasan

ALASAN PENERAPAN PARATE EKSEKUSI
• mengambil pelunasan suatu tagihan melalui gugat dimuka pengadilan, dari sejak mulai gugat dimasukkan sampai pelaksaan eksekusi, akan memakan waktu yang lama dan biaya yang cu-kup besar
• atas kondisi tersebut pada saat itu, maka konsekwensinya, bank-bank akan enggan memberikan kredit kepada nasabah-nasabah kecil.

SYARAT PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI
parate eksekusi harus dilaksanakan :
- dimuka umum (melalui lelang )
- menurut kebiasaan setempat
- dengan syarat – syarat yang lazim berlaku

SUBYEK HAK TANGGUNGAN
1.Pemberi Hak Tanggungan:
• adalah orang atau badan hukum yang mempuyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan memperhatikan ketentuan hukum yang mengatur pemberian jaminan (BORGTOCHT), maka pemberi HT ada kemungkinan Pihak Penjamin yang bukan sebagai pihak debitor
2.pemegang hak tanggungan:
• adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

OBYEK HAK TANGGUNGAN
a. Yang ditunjuk oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT): HM (Pasal 25 UUPA), HGU (Pasal 33 UUPA), HGB (Pasal 39 UUPA)
b. Yang ditunjuk oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2): Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
c. Yang ditunjuk oleh UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT):
• Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara,
• Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang bangunannya didirikan di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara

SYARAT OBYEK HAK TANGGUNGAN, Harus memenuhi :
a. mempunyai nilai ekonomi
b. dapat dipindahtangankan
c. terdaftar dalam daftar umum (bersertipikat)
d. ditunjuk oleh Undang Undang

TANAH BERIKUT ATAU TIDAK BERIKUT = Bangunan, tanaman, hasil karya [4 ayat (4) dan (5) UUHT] menerapkan asas pemisahan horisontal
IMPLIKASI PENERAPAN ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN
1. Bangunan harus bangunan permanen
2. Tanaman harus tanaman keras
3. Hasil karya harus menjadi satu kesatuan dengan tanahnya yg dibebani HT
4. Harus disebutkan secara jelas dlm APHT
5. Jika pemilik bangunan atau tanaman bukan sekaligus pemilik tanahnya, maka ybs. harus ikut serta menandatangani APHT


PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN:
1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan dihadapan PPAT yang membuat Akta Pemberian
Hak Tanggungan (memenuhi syarat spesialitas), tahap ini didahului oleh perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang (pinjaman kredit) psl 10 ayat 2 UUHT Jo psl 37 PP 24/97.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan yg dilakukan oleh Kantor pendaftaran tanah :
(memenuhi syarat publisitas) pendaftaran tanah dgn cara (PMNA/ Ka BPN no 3/1996) :
a.membuat buku tanah HT
b.mncatat dlm buku tanah HT yg mjdi objek
menyalin catatan tsb pd sertpikat HT

LAHIRNYA HAK TANGGUNGAN
Pada saat dibuatkan Buku Tanah Hak Tanggungan. Tanggal yang dicantumkan pada buku tanah Hak Tanggungan adalah hari kerja ketujuh/ 7 hari setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan. (psl 13 ayat 4 UU no 4/96 UUHT)

TANDA BUKTI sertipikat HT terdiri dari (PMNA/ Ka BPN no. 3/1996):
a. salinan buku tanah hak tanggungan
b. salinan akta pemberian hak tanggungan

KEDUDUKAN KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN:
Kreditor preferen mempunyai hak istimewa:
a. droit de preference dan b. droit de suite


RUMAH SUSUN
Dasar Hukum
1. UU Nomor 16 tahun 1985
2. PP Nomor 4 tahun 1988
3. PP Nomor 24 tahun 1997
RUMAH SUSUN adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama.

TERJADINYA HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN:
Sejak didaftarkan akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan

SATUAN RUMAH SUSUN
1.Satuan rumah susun : bag rmh susun yg bertujuan peruntukan utamanya digunakan scr terpisah sbg tempat hunian yg mpunyai sarana penghubung ke jln umum (psl 1 angka 2 UU no. 16/1985)
2.tanah bersama : sebidang tanah yg digunakan atas dasar hak bersama scr tdk terpisah yg diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dgn persyaratan uzin bangunan. (psl 1 angka 6 UU NO. 16/1985)
3.Bagian-bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. (psl 1 angka 4 UU no. 16/1985)
4.Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.(psl 1 angka 5 UU no. 16/1985)

TUJUAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 3)
1.memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
2. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang
3.Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1 huruf a).

PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 5)
1.Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
2.Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat.

HAK ATAS TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 7)
1. HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DIBANGUN RUMAH SUSUN:
1.hak milik, 2.hak guna bangunan, 3.hak pakai atas tanah Negara dan 4.hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
3.Penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian-bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :
a. batas satuan yang dapat dipergunakan-secara terpisah untuk perseorangan;
b. batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang menjadi haknya masing-masing satuan;
c. batas dan uraian tanah-bersama dan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing satuan.

PERSYARATAN PEMBANGUNAN (Pasal 6)
1.Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif.
2.Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (yaitu: PP Nomor 4 th.1988)

PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Pasal 8)
1.Satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
2.Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.
3.Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
4.Hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan hak atas tanah bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.

TANDA BUKTI KEPEMILIKAN HMSRS (Pasal 9)
1. Pasal 8 diterbitkan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
2.Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;
b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama yang bersangkutan;
kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
d. Surat ukur

RUMAH SUSUN SBG. JAMINAN HUTANG (Pasal 12)
1.Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan;
b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.
2.Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.


HMSRS-SBG JAMINAN HUTANG (pasal 13)
Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani HT, jika tanahnya tanah hak milik atauHak Guna Bangunan dan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.


HAPUSNYA HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN:
a. Hak atas tanahnya hapus
b. Tanah dan bangunannya musnah
c. Terpenuhinya syarat batal
d. Pelepasan hak secara sukarela

ASAS ASAS PENGUASAAN TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM
1.Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapum dan untuk keperluan apapun harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;
2.Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan, bahkan diancam sanksi pidana (UU No 51 Prp Tahun 1960)
3.penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun
4.Oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada: gangguan sesama anggota masyarakat: gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau minta perlindungan kepada Bupati/Walikota dan gangguan dari penguasa: gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara
5. Dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, perolehan tanah yang dihaki seseorang, harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
6. dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuiny, termasuk juga penggunaan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri;
7. Dalam keadaan memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara pencabutan hak, yang diatur dalam UU No 20 Th 1961.
8. Baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan dan tanaman milik pemegang hak, melainkan juga kerugian lain yang dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.
9. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan diperlukan adanya hukum tanah yang tertulis dan penyelenggaraan pendaftaran tanah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar