Rabu, 27 Mei 2009

agrariaaa

PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN
HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN dlm pengadaan tanah
1. Jenis penggunaan Tanah (Proyek)nya
2. Status Tanah yang Tersedia
3. Respon/Kesediaan Pemilik Tanahnya
4. Letak/Lokasi tanah dan RTRW setempat

JENIS PROYEK
A. KEPERLUAN PERORANGAN
• Hak yang diberikan kepada perorangan adalah Hak Milik.
• Kalau tanah itu untuk pertanian, ada pembatasan luasnya menurut Pasal 17 UUPA, yang peraturan pelaksananya UU No. 56/Prp/1960 tentang Landreform. Sedangkan untuk perumahan belum ada pembatasannya (Pasal 12 UU 56/Prp/1960)
B. KEPERLUAN PERUSAHAAN
Untuk keperluan usaha tidak diberikan Hak Milik, tetapi dapat diberikan dengan :
• Hak Guna Usaha, dengan jangka waktu 35 tahun dapat diperpanjang 25 tahun;
• Hak Guna Bangunan, dengan jangka waktu 30 tahun dan dapat diperpanjang 20 tahun;
• Hak Pakai, dengan jangka waktu 25 tahun dapat diperpanjang 20 tahun;
• Hak Pengelolaan (BUMN, BUMD)

C. KEPERLUAN KHUSUS
• Untuk instansi pemerintah, misalnya Departemen, Jawatan, Instansi-instansi lainnya di kota, atau membangun kantor kepala desa di desa, dengan Hak Pakai. Hak Pakai ini dimaksudkan untuk keperluan membangun kantor bagi kegiatan sehari-hari.
• Untuk perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Negara, misalnya Perum/Pesero, Perjan, Perusahaan Daerah, juga diberikan Hak Pengelolaan (umpamanya bagi industrial estate, bonded ware house). Sedangkan untuk perusahaan Perkebunan Negara, tidaklah dengan Hak Pengelolaan tetapi dengan Hak Guna Usaha.
• Untuk kegiatan keagamaan, hak yang tersedia adalah Hak Pakai (pasal 49 ayat 2 UUPA) dengan jangka waktu tidak terbatas.
• Untuk perwakilan negara asing, misalnya untuk kantor kedutaan dan/atau rumah kediaman kepala perwakilan asing, diberikan Hak Pakai secara cuma-cuma dan jangka waktunya pun tidak terbatas (=selama digunakan).

STATUS TANAH PADA LOKASI YANG AKAN DIKUASAI
Kemungkinan status tanah yang tersedia:
1. Tanah Negara
2. Tanah Hak Perorangan: sudah bersertipikat dan bekas hak milik adat yang belum bersertipikat
3. Tanah Hak Pengelolaan
4. Tanah Hak Ulayat

TANAH YANG TERSEDIA dari SEGI :
1.Segi fisik terdiri dari:
• Letak tanahnya yang menyangkut masalah yurisdiksi
• Luas tanahnya, dalam hal ini perlu diteliti ukuran yang tepat
• Batas-batas tanahnya untuk mencegah konflik dengan tanah yang bersebelahan
2.Segi yuridis yang meliputi:
• Status tanahnya, apakah tanah itu tanah negara atau tanah hak-hak pribadi tertentu.
• Status subyeknya, siapakah pemilik atau pemegang hak atas tanah
• Hak-hak pihak ketiga yang membebani
• Perbuatan hukum/peristiwa hukum yang telah terjadi
• Apakah ada penguasaaan ilegal diatasnya

TANAH HAK YANG BELUM DIDAFTAR
Bagian tanah-tanah bekas hak Indonesia, antara lain bekas Hak Milik Adat, yang dianggap sebagai tanda buktinya (sebelum UUPA) ialah :
Petuk Pajak:
1.Pajak hasil bumi/”landrente” (bagi Hak Milik Adat di desa-desa)
2.Verponding Indonesia (bagi Hak Milik Adat di kota-kota besar)
Tanda bukti pembayaran pajak tersebut sekarang disebut tanda bukti pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
TANAH HAK YANG SUDAH DIDAFTAR
Sertipikat Hak Tanah yang memuat data yuridis dan data fisik atas bidang tanah yang bersangkutan.
Di dalam sertipikat hak atas tanah terdapat:
1. Salinan Buku Tanah (berisi data yuridis)
2. Surat Ukur (berisi data fisik tanah)


PROSEDUR AWAL PEROLEHAN TANAH
1. Keperluan Perorangan (NON-komersial) = Perolehan Tanah secara langsung (Pemindahan Hak-Jual Beli)
2. Keperluan Perusahaan (Komersial-bisnis) = Harus memperoleh Ijin Lokasi (PMNA/K.BPN No.2./1999)
IJIN LOKASI = adalah Ijin peruntukkan penggunaan tanah yang wajib dimiliki oleh perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal, yang berlaku pula sebagai ijin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah, guna keperluan usaha penanaman modal

IZIN LOKASI TIDAK DIPERLUKAN dan dianggap sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan dalam hal:
• Tanah yang akan diperoleh merupakan pemasukan (inbreng) daripada pemegang saham.
• Tanah yang akan diperoleh merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh perusahaan lain dalam rangka melanjutkan pelaksanaan sebagian atau seluruh rencana penanaman modal perusahaan lain tersebut dan untuk itu telah diperoleh persetujuan dari Instansi yang berwenang.
• Tanah yang akan diperoleh diperlukan dalam rangka melaksanakan usaha industri dalam suatu kawasan industri.
• Tanah yang akan diperoleh berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang pengembangan kawasan tersebut.
• Tanah yang akan diperoleh diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan dan untuk perluasan itu telah diperoleh izin perluasan usaha sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan letak tanah tersebut berbatasan dengan lokasi usaha yang bersangkutan.
• Tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman modal tidak lebih dari 25 Ha untuk usaha pertanian atau tidak lebih dari 10.000 m2 untuk usaha bukan pertanian.
• Tanah yang akan dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal adalah tanah yang sudah dipunyai oleh perusahaan yang bersangkutan.
• dengan ketentuan bahwa tanah-tanah tersebut terletak di lokasi yang menurut rencana tata ruang wilayah yang berlaku diperuntukkan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang bersangkutan.

Kewenangan Pemberian Hak atas Tanah (PMNA/Ka BPN No. 3 Tahun 1999)
1. Hak Guna Usaha (HGU) diberikan oleh:
• BPN: untuk luas tanah lebih dari 200 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas sampai dengan 200 Ha.
2. Hak Guna Bangunan (HGB) diberikan oleh:
• BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.
3. Hak Pakai (HP) Pertanian diberikan oleh:
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2 Ha.
4. Hak Pakai (HP) Non Pertanian diberikan oleh:
• BPN: untuk luas lebih dari 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Provinsi: untuk luas lebih dari 2000 m2 sampai dengan 15 Ha;
• Kantor Wilayah BPN Kabupaten/Kota: untuk luas sampai dengan 2000 m2.


JANGKA WAKTU HAK ATAS TANAH (PP No. 40 Tahun 1996)
• HGU: paling lama 35 tahun, dapat diperpanjang paling lama 25 tahun, dan dapat diperbaharui.
• HGB: paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui.
• HP (Pertanian dan Non Pertanian): paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui.
– HGU dan HGB atas nama perusahaan dapat dipergunakan sebagai jaminan hutang dengan dibebani hipotik.
– Untuk perusahaan dalam rangka Penanaman Modal Asing yang berbentuk patungan, HGU atas tanah dapat diberikan kepada perusahaan patungan tersebut (sesuai Keputusan Presiden No. 34 tahun 1992).


UU NO.25 TH.2007
Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.
Pasal 22
(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.
Pasal 22
(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, dengan persyaratan antara lain:
a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan penanaman modal yang dilakukan;
c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan
e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak merugikan kepentingan umum.
Pasal 22
(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan pemberian hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar ketentuan peraturan

TATA CARA MEMPEROLEH TANAH
1. Perjanjian dengan Pemilik Tanah
2. Permohonan Hak Atas Tanah;
3. Pemindahan Hak Atas Tanah;
4. Pelepasan Hak Atas Tanah;
5. Pencabutan Hak Atas Tanah.

1.PERJANJIAN DENGAN PEMILIK TANAH
a. perjanjian sewa-menyewa;
b. Perjanjian pembebanan Hak Pakai atau Hak Guna Bangunan diatas Hak Milik ( dituangkan dalam suatu akta pembebanan kemudian didaftarkan di Kantor Pertanahan – PP no 40/1996)
2.PERMOHONAN HAK/PEMBERIAN HAK
a. Apabila status tanah yang ingin diperoleh adalah tanah negara, maka satu-satunya cara untuk memperolehnya melalui permohonan hak.
b. Ada 5 macam hak atas tanah HM, HGU, HGB, HP, HPL

3.PEMINDAHAN HAK
JENISNYA: jual beli, hibah, tukar-menukar, inbreng
Adalah perbuatan hukum pemindahan hak untuk selama-lamanya(JUAL LEPAS dalam konsep hukum tanah adat)
Yurisprudensi MA-RI No.123/K/Sip/1970: perbuatan hukum jual beli tanah adalah pemindahan hak yang bersifat“TERANG DAN TUNAI”
TERANG : jual beli dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang (PPAT)
TUNAI : ada dua perbuatan hukum yang dilakukan bersamaan, yaitu:
1. PENJUAL : memindahkan penguasaan yuridis atas tanahnya kepada pembeli untuk selama-lamanya
2. PEMBELI : membayarkan harga (sebagian atau seluruhnya) kepada penjual sahnya jual beli harus memenuhi syarat materiil :
a. Penjual berhak menjual tanah yang bersangkutan;
b. Pembeli berhak membeli tanah yang yang bersangkutan;
c. Tanah hak yang bersangkutan dapt diperjualbelikan menurut hukum;
d. Tanah hak yang bersangkutan tidak dalam sengketa;

KONSEKUENSI HUKUM DARI SELESAINYA JUAL BELI :
1. Jual beli tidak dapat dibatalkan karena perbuatan dan pemindahan haknya telah selesai;
2. Apabila harganya baru dibayarkan sebagian tidak berpengaruh pada pemindahan hak karena telah memenuhi syarat tunai ( vide ; Keputusan MA-RI no. 27/k/sip/1976) sisa harga yang belum dibayar adalah hutang pembeli

PELAKSANAAN JUAL BELI TANAH
pengaturan : uupa pasal 19 pp no.24 tahun 1997 (pasal 37 s.d. pasal 40) pmna/ka.bpn no.3 tahun 1997 (pasal 95 s.d. 106)
pelaksanaan jual beli dilakukan dihadapan ppat:
dengan dihadiri oleh:
1. penjual dan pembeli atau wakil/kuasanya dengan surat kuasa tertulis
2. dua orang saksi
3. setelah akta jual beli dibacakan oleh ppat dihadapan yang hadir, jika isinya
disetujui para pihak dan tidak ada perubahan, lalu ditandatangani oleh penjual dan
pembeli
4. ppat wajib mendaftarkan jual beli ke kantor pertanahan kabupaten/kota
selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak akta jual beli tsb. dibuat
pendaftaran jual beli:
di dalam buku tanah dan sertipikat tanah dicatat mengenai “perubahan subyek”,
yaitu: mencoret nama penjual; kemudian mencatat nama pembeli pada kolom mutasi
(pemegang hak baru) lalu setelah itu sertipikat diserahkan kepada pemegang hak baru.

4.PELEPASAN HAK (psl 7 ayat 2 PMNA/ Ka BPN No 3/1999)
Adalah perbuatan hukum melepaskan hubungan hukum Antara Subyek hak atas tanah
Dengan Tanah yang di-haki (dimilikinya)
2 PROSEDUR PELEPASAN HAK
1.PROSEDUR FORMAL PELEPASAN HAK? Melalui :
1. musyawarah secara fair
2. kesepakatan diantara para pihak
3. untuk melakukan perbuatan hukum melepaskan hak (pelepasan hak atas tanah)
2.PROSEDUR SUBSTANSIAL PELEPASAN HAK? Melalui :
1. ada pembayaran ganti kerugian (kompensasi)
2. ada perbuatan hukum pelepasan hak
3. dilakukan bersamaan (serentak-bersamaan)
4. dibuktikan dengan perjanjian pelepasan hak

ALASAN PENGGUNAAN PROSEDUR PELEPASAN HAK
• Adanya kebutuhan Tanah di pihak yang akan menggunakan Tanah
• Pemilik Tanah bersedia melepaskan haknya
• Karena upaya perolehan tanah melalui upaya pemindahan hak secara langsung tidak dapat dilakukan mengingat status hukum (personal status) pihak yang akan menguasai tanah tidak memenuhi Syarat sebagai pemegang hak vide UUPA Pasal 26 ayat(2), 30 ayat(2), 36 ayat(2)

TAHAP PERSIAPAN PELEPASAN HAK
Inventarisasi awal terhadap: tata guna tanah/tata ruang, status hukum tanah dan status hukum subyek/pemilik tanah.
Upaya pendekatan kepada: aparat desa dan kecamatan, pihak kantor pertanahan, para pemilik tanah.
Upaya ini dilakukan bersamaan dengan sosialisasi proyek kepada Pemerintah setempat (sebelum mengajukan Ijin Lokasi)

PELAKSANAAN PELEPASAN HAK (IN CONCRETO)
1.Sesudah Ijin Lokasi diperoleh dan proses pelepasan hak dilakukan
2.Pada saat pelaksanaan pelepasan hak harus ada verifikasi dan up-date terhadap data: kondisi fisik tanah, status hukum tanah, status hukum pemilik.


KONDISI FISIK TANAH :
1.berkenaan dengan adanya tanaman, bangunan, dan benda-benda lain yang akan menjadi hitungan kompensasi
2.pemilikan benda-benda tersebut
3.penguasaan/penggunaan tanah tsb. oleh pemiliknya atau orang lain
4.dasar penguasaan tanah tsb.

STATUS HUKUM TANAH:
1.status/jenis hak atas tanahnya
2.dokumen yang menjadi alat bukti kepemilikan (sudah terdaftar; atau belum?)
3.status kepemilikan tanahnya apakah perorangan atau pemilikkan bersama (misal: harta bersama/gono-gini, harta warisan, tanah wakaf, atau tanah hak ulayat)
4.adakah pembebanan di atasnya?

STATUS HUKUM PEMILIK:
1.apakah perorangan? 2.apakah badan hukum swasta? 3.apakah instansi pemerintah?
Kejelasan status hukum pemilik tanah yg akan diambil alih akan sangat menentukan langkah-langkah selanjutnya hingga tahap pembayaran ganti kerugian dan pelepasan hak yg sah secara hukum

KETELITIAN DAN KECERMATAN PADA SAAT PELEPASAN HAK
PADA SAAT PELEPASAN HAK
Dokumen pendukung lainnya yang harus dilengkapi pada saat pelepasan hak adalah:
1. Surat Pernyataan dari pemilik tanah bahwa tanah nya tidak sedang sengketa dan tidak ada pembebanan apapun di atasnya;
2. Surat Keterangan Riwayat Tanah dari Kepala Desa dan dikuatkan Camat (untuk tanah yang belum bersertipikat);
3. Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT) untuk tanah yang sudah bersertipikat.

PENCABUTAN HAK ATAS TANAH (psl 18 UUPA jo UU jo UU no. 20 tahun 1961)
asas- asas pelaksanaan pencabutan hak (UU no. 20 tahun 1961)
1. Pencabutan hak dapat dilakukan untuk kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak dan dilakukan menurut ketentuan undang-undang
2. Pencabutan adalah upaya terakhir apabila upaya lain dalam rangka memperoleh tanah melalui pemindahan hak secara langsung tidak dapat dilakukan
3. Mengingat tanah memiliki fungsi sosial berarti pula bahwa kepentingan bersama harus didahulukan
4. Pelaksanaan pencabutan hak dilakukan dengan keputusan presiden yang memuat keputusan pencabutan hak dan penetapan ganti kerugian.
5. Namun dalam situasi yang mendesak pencabutan hak dapat dilakukan dengan kewenangan menteri agraria
6. Pencabutan hak hanya dilakukan untuk keperluan usaha negara (Pemerintah Pusat dan Daerah)
7. Namun bagi badan hukum swasta tidak tertutup kemungkinan melakukan pencabutan hak dalam rangka usahanya benar-benar untuk kepentingan umum
8. Ganti kerugian harus didasarkan pada nilai nyata/sebenarnya, bukan semata-mata harga pasar namun tidak juga berarti harga yang lebih murah.

PENGATURAN PENCABUTAN HAK ATAS TANAH (UU NO.20 TAHUN 1961)
• Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan Bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, sedemikian pula kepentingan pembangunan, maka Presiden dalam keadaan yang memaksa setelah mendengar Menteri Agraria, Menteri Kehakiman dan Menteri yang bersangkutan dapat mencabut hak-hak atas tanah dan benda-benda yang ada diatasnya.
• Oleh karena pencabutan hak itu merupakan tindakan yang sangat penting, karena berakibat mengurangi hak seseorang, maka yang memutuskannya adalah penjabat Eksekutif yang tertinggi, yaitu Presiden.
• pencabutan hak adalah jalan yang terakhir untuk memperoleh tanah dan/atau benda lainya yang diperlukan untuk kepentingan umum.
DASAR PERTIMBANGAN USULAN PENCABUTAN HAK (Pasal 18 UU No.5/1960)
• Menurut Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria maka untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-undang
• Selain wewenang untuk melakukan pencabutan hak, di dalam Pasal 18 tersebut dimuat pula jaminan-jaminan bagi yang empunya. Yaitu bahwa pencabutan hak harus disertai pemberian ganti kerugian yang layak dan harus pula dilakukan menurut cara yang diatur dalam Undang-undang

DASAR PERTIMBANGAN USULAN PENCABUTAN HAK (Pasal 2 UU No.20/1961)
a. rencana peruntukannya dan alasan-alasannya, bahwa untuk kepentingan umum harus dilakukan pencabutan hak itu.
b. keterangan tentang nama yang berhak (jika mungkin) serta letak, luas dan macam hak dari tanah yang akan dicabut haknya serta benda-benda yang bersangkutan.
c. rencana penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu dan kalau ada, juga orang-orang yang menggarap tanah atau menempati rumah yang bersangkutan.

SUBYEK PEMOHON PENCABUTAN HAK PEMERINTAH/PEMDA/BUMN/BUMD DAN SWASTA (Penjelasan Umum angka 5 butir b. UU No.20/1961)
• Umumnya pencabutan hak diadakan untuk keperluan usaha-usaha Negara (Pemerintah Pusat dan Daerah), karena menurut Pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria hal itu hanya dapat dilakukan untuk kepentingan umum.
• Sebagai perkecualian, mengadakan pula pencabutan hak guna pelaksanaan usaha-usaha swasta, asal usaha itu benar-benar untuk kepentingan umum dan tidak mungkin diperoleh tanah yang diperlukan melalui persetujuan dengan yang empunya.
• Sudah barang tentu usaha swasta tersebut rencanya harus disetujui Pemerintah dan sesuai dengan pola pembangunan nasional semesta berencana.
• Contoh dari pada kepentingan umum itu misalnya: pembuatan jalan raya, pelabuhan, bangunan untuk industri dan pertamabangan, perumahan dan kesehatan rakyat serta lain-lain usaha dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional semesta berencana.
• Jika untuk menyelesaikan sesuatu soal pemakaian tanah tanpa hak oleh rakyat, Pemerintah memandang perlu untuk menguasai sebagian tanah kepunyaan pemiliknya, maka, jika pemilik itu tidak bersedia menyerahkan tanah yang bersangkutan atas dasar musyawarah, soal tersebut dapat pula dianggap sebagai suatu kepentingan umum untuk mana dapat dilakukan pencabutan hak.

JENIS PENCABUTAN HAK, UU No. 20/1961 memuat 2 macam acara pencabutan hak, yaitu:
1. acara pencabutan hak biasa
2. acara pencabutan hak untuk keadaan yang sangat mendesak, yang memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera

PROSEDUR PENCABUTAN HAK-BIASA (TIDAK MENDESAK)
1. Yang berkepentingan harus mengajukan permintaan untuk melakukan pencabutan hak itu kepada Presiden, dengan perantaraan Menteri agraria, melalui Kepala Inspeksi Agraria yang bersangkutan.
2. Oleh Kepala Inspeksi Agraria diusahakan supaya permintaan itu diperlengkapi dengan pertimbangan para Kepala Daerah yang bersangkutan dan taksiran ganti kerugiannya. Taksiran itu dilakukan oleh suatu Panitya Penaksir, yang anggota-anggotanya mengangkat sumpah. Di dalam pertimbangan tersebut dimuat pula soal penampungan orang-orang yang haknya akan dicabut itu. Demikian juga jika ada, soal penampungan orang-orang yang menempati rumah atau menggarap tanah yang bersangkutan. Yaitu orang-orang yang karena pencabutan hak tersebut akan kehilangan tempat tinggal dan/atau sumber nafkahnya.
3. Kemudian permintaan itu bersama dengan pertimbangan Kepala Daerah dan taksiran ganti kerugian tersebut dilanjutkan oleh Kepala Inspeksi Agraria kepada Menteri Agraria, disertai pertimbangannya pula.
4. Menteri Agraria mengajukan permintaan tadi kepada Presiden untuk mendapat keputusan, disertai dengan pertimbangannya dan pertimbangan Menteri Kehakiman serta Menteri yang bersangkutan, yaitu Menteri yang bidang tugasnya meliputi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan hak itu. Menteri Kehakiman terutama akan memberi pertimbangan ditinjau dari segi hukumnya, sedang Menteri yang bersangkutan mengenai fungsi usaha yang meminta dilakukannya pencabutan yang diminta itu benar-benar, diperlukan secara mutlak dan tidak dapat diperoleh di tempat lain.
5. Penguasaan tanah dan/atau benda yang bersangkutan baru dapat dilakukan setelah ada surat keputusan pencabutan hak dari Presiden dan setelah dilakukannya pembayaran ganti kerugian yang ditetapkan oleh Presiden serta diselenggarakannya penampungan orang-orang yang dimaksudkan di atas.

PROSEDUR PENCABUTAN HAK YG BESIFAT MENDESAK
1. Dalam keadaan yang sangat mendesak yang memerlukan penguasaan tanah dan/atau benda-benda yang bersangkutan dengan segera, maka pencabutan hak khususnya penguasaan tanah dan/atau benda itu dapat diselenggarakan melalui acara khusus yang lebih cepat, keadaan yang sangat mendesak itu misalnya, jika terjadi wabah atau bencana alam, yang memerlukan penampungan para korbannya dengan segera.
2. Dalam hal ini maka permintaan untuk melakukan pencabutan hak diajukan oleh Kepala Inspeksi Agraria (Kepala Kantor Pertanahan Kab/Kota-- today) kepada Menteri Agraria tanpa disertai taksiran ganti kerugian Panitya Penaksir dan kalau perlu dengan tidak menunggu diterimanya pertimbangan Kepala Daerah.
3. Menteri Agraria kemudian dapat memberi perkenan kepada yang berkepentingan untuk segera menguasai tanah dan/atau benda tersebut, biarpun belum ada keputusan mengenai permintaan pencabutan haknya dan ganti kerugiannyapun belum dibayar

PERIHAL GANTI RUGI
1. Kepada yang berhak atas tanah dan/atau benda yang haknya dicabut itu akan diberikan ganti-kerugian, yang ditetapkan oleh Presiden, atas usul suatu Panitya Penaksir, yang anggota-anggotanya mengangkat sumpah.
2. Jumlah ganti kerugian itu menurut pasal 18 Undang-undang Pokok Agraria haruslah layak. Ganti kerugian yang layak itu akan didasarkan atas nilai yang nyata/ sebenarnya dari tanah atau benda yang bersangkutan. Harga yang didasarkan atas nilai yang nyata/sebenarnya itu tidak mesti sama dengan harga umum, karena harga umum bisa merupakan harga"Catut".
3. Tetapi sebaliknya harga tersebut tidak pula berarti harga yang murah. Tidak hanya orang yang berhak atas tanah atau yang haknya dicabut itu saja yang akan mendapat ganti kerugian. Tetapi orang-orang yang menempati rumah atau menggarap tanah yang bersangkutan akan diperhatikan pula. Misalnya mereka akan diberi ganti tempat tinggal atau tanah garapan lainnya. Atau jika itu tidak mungkin dilaksanakan, akan diberi ganti kerugian berupa uang atau fasilitet-fasilitet tertentu, misalnya transmigrasi.
4. Pembayaran ganti kerugian kepada yang berhak perlu dilakukan di muka beberapa orang saksi, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan

GANTI RUGI DIBERIKAN untuk kerugian atas : tanah, bangunan, tanaman, benda-benda lain yang berkaitan dg tanah.
BENTUK GANTI RUGI = Uang, Tanah pengganti, dan / atau Pemukiman kembali, Pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yg bermanfaat bagi masy (jika tanah ulayat) Alternatif GR lainnya : penyertaan modal (saham) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
DASAR PERHITUNGAN GANTI RUGI
1.Tanah = dikalkulasi berdasrakan NJOP dan Nilai Nyata / sebenarnya dengan memperhatikan NJOP yang sedang berjalan
2.Bangunan = ditaksir oleh perangkat daerah di bidang bangunan
3.Tanaman = ditaksir oleh perangkat daerah di bidang tanaman

PENYERAHAN GANTI RUGI
1. Kepada pemegang hak atas tanah atau yang berhak, atau kuasanya yg sah,
2. Nadzir bagi tanah wakaf
3. Dititipkan di pengadilan terhadap pemilik yang satu atau beberapa tidak dapat diketemukan

PENOLAKAN MENERIMA GANTI RUGI
Ganti rugi ditolak pemilik tanah :
1. Si-Bekas Pemilik Tanah dapat minta kepada Pengadilan Tinggi agar pengadilan itulahi yang menetapkan ganti kerugian tersebut. Untuk itu akan diadakan ketentuan hukum acara yang khusus, agar penetapan ganti-kerugian oleh Pengadilan tersebut dapat diperoleh dalam waktu yang singkat. (Lihat: PP No. 39/1973, tentang Acara Penetapan Ganti Kerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-Hak atas Tanah dan Benda2 di atasnya))
2. Tetapi biarpun demikian penyelesaian soal ganti-kerugian melalui pengadilan itu tidak menunda jalannya pencabutan hak. Artinya setelah ada keputusan Presiden mengenai pencabutan hak itu maka tanah dan/atau benda-bendanya yang bersangkutan dapat segera di kuasai, dengan tidak perlu menunggu keputusan Pengadilan Negeri mengenai sengketa tersebut.
3. Teranglah kiranya, bahwa kepentingan dari yang berhak atas tanah dan/atau benda yang dicabut haknya itu mendapat perhatian pula sebagaimana mestinya.


► PENDAFTARAN TANAH

Jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan memerlukan :
1. tersedianya perangkat hukum tertulis, yang lengkap dan jelas serta dilaksanakan secara konsisten;
2. penyelenggaraan pendaftaran tanah yang efektif.

PENDAFTARAN TANAH adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti hak-haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
(Pasal 1 PP No. 24 Tahun 1997)

PENDAFTARAN TANAH :
1. pendaftaran tanah sebagai legal cadastre (rechtskadaster) adalah pendaftaran tanah dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum.
2. pendaftaran tanah sebagai fiscal cadastre adalah pendaftaran tanah dalam rangka keperluan pemungutan pajak.
SEBAGAI FISCAL CADASTRE Sampai tahun 1961 :
1. untuk tanah-tanah hak barat : Verponding Eropa
2. untuk tanah-tanah hak milik adat di dalam kota : Verponding Indonesia
3. untuk tanah-tanah hak milik adat di luar kota : Landrente/Pajak Bumi
► Dasar Penentuan obyek : STATUS TANAH
► Wajib pajak : PEMEGANG HAK atau \

PEMILIK = UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB, Pasal 4 ayat (1) :
“Subyek pajak adalah orang/badan hukum yang secara nyata mempunyai hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan.”
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) : “Tanda pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti pemilikan hak” DASAR HUKUM :
1. pasal 19 uupa;
2. pp no. 24 tahun 1997 pengganti pp no. 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah;
3. pmna/kabpn no. 3 tahun 1997 tentang ketentuan pelaksanaan pp no. 24 tahun 1997 tentang pendaftaran tanah.

TUJUAN PENDAFTARAN TANAH (Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997)
1. untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;
2. untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan suatu perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;
3. untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

FUNGSI PENDAFTARAN TANAH :
1.permohonan hak : sebagai syarat konstitusi lahirnya suatu hak dan utk keperluan pembuktian
2.jual beli tanah : utk memperkuat pembuktian dan untuk memperluas pembuktian.
OBYEK PENDAFTARAN TANAH (Pasal 9 PP No. 24 Tahun 1997)
1. bidang-bidang tanah yang dipunyai dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai;
2. tanah hak pengelolaan;
3. tanah wakaf;
4. hak milik atas satuan rumah susun;
5. hak tanggungan;
6. tanah Negara.

ASAS PENDAFTARAN TANAH (Pasal 2 PP No. 24 th 1997) = sederhana; aman; terjangkau; mutakhir; terbuka.

FUNGSI PENDAFTARAN TANAH
1.dalam rangka permohonan hak dan pembebanan hak tanggungan
a. Sebagai syarat konstitutif lahirnya hak/ lahirnya hak tanggungan;
b. Untuk keperluan pembuktian;
2.dalam rangka jual beli tanah
a. Untuk memperkuat pembuktian;
b. Untuk memperluas pembuktian.

PENYELENGGARA DAN PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH

PENYELENGGARA PENDAFTARAN TANAH
Badan Pertanahan Nasional / BPN

PELAKSANA PENDAFTARAN TANAH
1. Kepala Kantor Pertanahan
2. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan pejabat lain yang ditugaskan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu menurut PP No. 24 Tahun 1997.

SATUAN WILAYAH TATA USAHA PENDAFTARAN TANAH
1. untuk hak milik, hak guna bangunan, hak pakai, tanah wakaf dan hak milik atas satuan rumah susun adalah desa/kelurahan;
2. untuk hak guna usaha, hak pengelolaan, hak tanggungan dan tanah Negara adalah kabupaten/kota.

PELAKSANAAN PENDAFTARAN TANAH
I. pendaftaran tanah untuk pertama kali (initial registration)
II. pemeliharaan data pendaftaran tanah (maintenance)

PENDAFTARAN TANAH UNTUK PERTAMA KALI
Pengertian = Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar menurut PP No. 10 Tahun 1961 dan PP No. 24 Tahun 1997.
CARANYA :
1. Pendaftaran tanah secara sistematik = adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali yang dilakukan serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/Kelurahan.
2. Pendaftaran Tanah Secara Sporadik ( psl 1 angka 10 dan 11 PP no. 24/1997) = adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal.

KEGIATAN PENDAFTARAN TANAH PERTAMA KALI MELIPUTI:
1. pengumpulan dan pengolahan data fisik;
2. pengumpulan dan pengolahan data yuridis serta pembukuannya;
3. penerbitan sertipikat;
4. penyajian data fisik dan data yuridis;
5. penyimpanan dalam daftar umum dan dokumen.

PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Adalah kegiatan pendaftaran tanah untuk menyesuaikan data fisik dan data yuridis dalam peta pendaftaran, daftar tanah, daftar nama, surat ukur dan buku tanah dan sertipikat dengan perubahan-perubahan yang terjadi kemudian.

PEMELIHARAAN DATA
A. PEMBUKUAN PERUBAHAN YANG TERJADI :
1.Perubahan haknya= Pembebanan Hak Tanggungan dan Pembebanan Hak Guna Bangunan/Hak pakai diatas Hak Milik
2.Perubahan Subyeknya =
a. Karena terjadi pemindahan hak : jual beli tanah, hibah, inbreng, tukar menukar dll.
b. Pemindahan hak karena lelang
c. Pewarisan karena hukum
3.Perubahan Tanahnya, karena: Pemecahan, pemisahan dan penggabungan
B. PERALIHAN HAK KARENA PENGGABUNGAN, KONSOLIDASI
C. HAPUSNYA HAK YANG MEMBEBANI HAK ATAS TANAH
D. PERUBAHAN DATA KARENA PUTUSAN HAKIM

SISTEM PENDAFTARAN TANAH
Ada 2 macam sistem pendaftaran tanah:
1. Sistem Pendaftaran Akta (Registration of deeds)
2. Sistem Pendaftaran hak (Registration of titles)

SUMBER DATA :
Baik untuk pemberian hak, pemindahan hak dan pembebanan hak, sumber data yuridis yang dipergunakan adalah AKTA baik untuk RoD atau RoT karena di dalam akta tersebut tercantum dengan jelas mengenai perbuatan hukum yang dilakukan, hak dan penerima haknya.

SISTEM PENDAFTARAN TANAH
1.AKTA : Akta yang didaftar, Pejabat pertanahan bersikap pasif, Tanda bukti : Akta. (Setiap kali terjadi perubahan wajib dibuatkan akta sebagai buktinya dan cacat hukum pada suatu akta bisa mengakibatkan tidak sahnya perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta yang dibuat kemudian)
2.HAK : Penciptaan hak baru dan perbuatan-perbuatan hukum yang menimbulkan perubahan kemudian (Yang harus dibuktikan dengan akta), Pejabat pertanahan bersikap aktif, Tanda bukti : Buku Tanah dan sertipikat (Setiap kali terjadi perubahan, tidak dibuatkan buku tanah baru melainkan dilakukan pencatatannya pada ruang mutasi yang disediakan pada buku tanah yang bersangkutan)

SISTEM PUBLIKASI
1.POSITIF (PSL 32 ayat 1 PP 24/1997) = sertifikat mrpkn surat tanda bukti yg kuat, Pendaftaran atau pencatatan nama seseorang dalam buku tanah sebagai pemegang haklah yang membuat seseorang menjadi pemegang hak yang bersangkutan, bukan perbuatan pemindahan hak yang dilakukan. (Title by registration, The registration is everything). Dengan didaftarkannya namanya sebagi pemegang hak dalam buku tanah maka orang yang namanya terdaftar tersebut mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat (indefeasible title) walaupun jika kemudian terbukti bahwa yang terdaftar sebagai pemegang hak tersebut bukan pemegang hak yang bersangkutan. Lalu Negara menjamin data yang disajikan, karena data yang disajikan dapat dipercaya kebenarannya dan daya mempunyai daya pembuktian yang mutlak. Selalu menggunakan sistem pendaftaran hak.
KELEMAHANNYA : Dgn selesai dilakukan pendaftaran atas nama penerima hak, pemegang hak yang sebenarnya menjadi kehilangan haknya karena tidak dapat menuntut pembatalan perbuatan hukum tersebut (dlm keadaan tertentu hanya bisa menuntut ganti kerugian kpd Negara)

2.NEGATIF = sertipikat bkn mrpkn bukti yg kuat melainkan apabila ada pihak lain yg punya hak atas tanah itu dapat menuntut dalam waktu 5 tahun setelah diterbitkannya sertipikat tersebut dgn cara mngajukan keberatanscr tertulis kpd pemegang sertipikat dan kepala kantor pertanahan ataupun mngajukan gugatan ke pengadilan mngenai penguasaan dan penerbitan sertipikat tsb. Sahnya perbuatan hukum yang dilakukan yang menentukan berpindahnya hak kepada pembeli. Pendaftaran tidak membuat seseorang yang memperoleh tanah dari pihak yang tidak berhak menjadi pemegang hak yang baru Berlaku asas nemo plus juris : orang tidak dapat menyerahkan atau memindahkan hak melebihi apa yang dia sendiri punyai.
Negara tidak menjamin data yang disajikan karena data yang disajikan dalam pendaftaran tidak boleh begitu saja dipercaya kebenarannya, lalu Kalau digunakan sistem pendaftaran akta sistem publikasinya selalu negatif.
KELEMAHANNYA : Biarpun sudah melakukan pendaftaran, pembeli selalu menghadapi kemungkinan gugatan dari orang yang dapat membuktikan bahwa dialah pemegang hak yang sebenarnya.
Kesimpulannya sistem yg digunakan adalah : Sistem negatif yang mengandung unsur positif
Alasan : Karena menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat
Dasar Hukum : Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2),Pasal 32 ayat (2), Pasal 38 ayat (2).

RECHTSVERWERKING
1.ketentuan hukum yang sudah ada dalam hukum adat (tidak menciptakan ketentuan hukum yang baru ) penjelasan Pasal 32 ayat 2 PP No. 24 Tahun 1997- )
2.dikuatkan dengan yurisprudensi mahkamah agung:
1. Putusan tgl. 10-1-1957 no. 210/K/sip/1955
2. Putusan tgl. 24-9-1958 no. 329/K/Sip/1957
3. Putusan tgl. 26-11-1958 no. 361/K/Sip/1958
4. Putusan tgl. 7-3-1959 no. 7/K/Sip/1959

RECHTSVERWERKING = adalah lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah, kalau hak atas tanah yang bersangkutan selama waktu yang lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan dikuasai oleh pihak lain melalui perolehan hak dengan itikad baik

Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 :
(1) Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat didalamnya, sepanjang mengenai data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.
(2) Dalam hal suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut.

Dalam PP No. 24 Tahun 1997 ada beberapa hal substantif yang dapat dipahami sebagai tendensi untuk menuju sistem pendaftaran tanah positif :
1. Itikad baik yang melatarbelakangi kepemilikan hak atas tanah
2. Pemberlakukan azas kontradiktur delimitasi; untuk mendapatkan kepastian obyek hak atas tanah
3. Pemberlakuan lembaga pengumuman; untuk menjamin kebenaran subyek dan obyek hak atas tanah yang terdaftar
4. Pemberlakuan jaminan untuk tidak dapat diganggu gugat oleh pihak lain setelah 5 tahun sertipikat diterbitkan (Rechtsverwerking)


HAK TANGGUNGAN = Sebagai Satu-Satunya Lembaga Hak Jaminan atas Tanah

DASAR HUKUM:
a. UU No. 5 Tahun 1960 (pasal 25, pasal 33, pasal 39, pasal 51, pasal 57)
b. UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun
c. UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas, Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan dengan Tanah

PENGERTIAN HAK TANGGUNGAN
• Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah
• dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam UU No. 5/1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria
• berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu
• untuk pelunasan utang tertentu
• memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain
adalah hak jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor yang lain

CIRI-CIRI HAK TANGGUNGAN
• Memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditornya (“droit de preference”);
• Selalu mengikuti obyek yang dijaminkan di tangan siapapun obyek itu berada (“droit de suite”);
• Memenuhi asas spesialitas dan asas publisitas, sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum pada pihak-pihak yang berkepentingan;
• Mudah dan pasti pelaksanaannya eksekusi

SIFAT HAK TANGGUNGAN
a. Tidak dapat dibagi-bagi (ondeelbaar), berarti Hak Tanggungan membebani secara utuh obyeknya dan setiap bagian daripadanya. Pelunasan sebagian utang yang dijamin tidak membebaskan sebagian obyek dari beban Hak Tanggungan, tetapi Hak Tanggungan tetap membebani seluruh obyeknya untuk sisa utang yang belum dilunasi.
b. Hak Tanggungan hanya merupakan ikutan (“accessoir”) dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang piutang. Keberadaan, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya tergantung pada utang yang dijamin pelunasannya tersebut.

KREDITUR PREFEREN= kreditur yang mempunyai hak untuk mengambil pelunasan lebih dahului dari hasil eksekusi (ps. 1150 b.w.)

HAK JAMINAN KHUSUS
kepada para kreditur konkuren, yang merasa tagihannya belum cukup terjamin dengan jaminan umum, u.u. menawarkan lembaga jaminan ht (dan beberapa lembaga jaminan khusus lain)
• parate eksekusi merupakan eksekusi yang dilaksanakan tanpa melibatkan juru sita, tanpa fiat ketua p.n., dilak-sanakan diluar hukum acara dan juga tidak didasarkan atas titel eksekutorial
• doktrin menggambarkannya seperti orang yang menjual harta miliknya sendiri
• parate eksekusi sbg. eksekusi yang disederhanakan
• doktrin menyebutnya sebagai eksekusi yang disederhanakan
• disini nampak maksud pembuat u.u. memang hendak memberikan kemudahan kepada kreditur pemegang gadai dlm mengambil pelunasan

ALASAN PENERAPAN PARATE EKSEKUSI
• mengambil pelunasan suatu tagihan melalui gugat dimuka pengadilan, dari sejak mulai gugat dimasukkan sampai pelaksaan eksekusi, akan memakan waktu yang lama dan biaya yang cu-kup besar
• atas kondisi tersebut pada saat itu, maka konsekwensinya, bank-bank akan enggan memberikan kredit kepada nasabah-nasabah kecil.

SYARAT PELAKSANAAN PARATE EKSEKUSI
parate eksekusi harus dilaksanakan :
- dimuka umum (melalui lelang )
- menurut kebiasaan setempat
- dengan syarat – syarat yang lazim berlaku

SUBYEK HAK TANGGUNGAN
1.Pemberi Hak Tanggungan:
• adalah orang atau badan hukum yang mempuyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan. Dengan memperhatikan ketentuan hukum yang mengatur pemberian jaminan (BORGTOCHT), maka pemberi HT ada kemungkinan Pihak Penjamin yang bukan sebagai pihak debitor
2.pemegang hak tanggungan:
• adalah orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.

OBYEK HAK TANGGUNGAN
a. Yang ditunjuk oleh UUPA (Pasal 4 ayat 1 UUHT): HM (Pasal 25 UUPA), HGU (Pasal 33 UUPA), HGB (Pasal 39 UUPA)
b. Yang ditunjuk oleh UUHT (Pasal 4 ayat 2): Hak Pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan.
c. Yang ditunjuk oleh UU No. 16 tahun 1985 tentang Rumah Susun (Pasal 27 UUHT):
• Rumah Susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara,
• Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) yang bangunannya didirikan di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara

SYARAT OBYEK HAK TANGGUNGAN, Harus memenuhi :
a. mempunyai nilai ekonomi
b. dapat dipindahtangankan
c. terdaftar dalam daftar umum (bersertipikat)
d. ditunjuk oleh Undang Undang

TANAH BERIKUT ATAU TIDAK BERIKUT = Bangunan, tanaman, hasil karya [4 ayat (4) dan (5) UUHT] menerapkan asas pemisahan horisontal
IMPLIKASI PENERAPAN ASAS PEMISAHAN HORISONTAL DALAM PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN
1. Bangunan harus bangunan permanen
2. Tanaman harus tanaman keras
3. Hasil karya harus menjadi satu kesatuan dengan tanahnya yg dibebani HT
4. Harus disebutkan secara jelas dlm APHT
5. Jika pemilik bangunan atau tanaman bukan sekaligus pemilik tanahnya, maka ybs. harus ikut serta menandatangani APHT


PROSES PEMBEBANAN HAK TANGGUNGAN:
1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan dihadapan PPAT yang membuat Akta Pemberian
Hak Tanggungan (memenuhi syarat spesialitas), tahap ini didahului oleh perjanjian pokok yaitu perjanjian utang-piutang (pinjaman kredit) psl 10 ayat 2 UUHT Jo psl 37 PP 24/97.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan yg dilakukan oleh Kantor pendaftaran tanah :
(memenuhi syarat publisitas) pendaftaran tanah dgn cara (PMNA/ Ka BPN no 3/1996) :
a.membuat buku tanah HT
b.mncatat dlm buku tanah HT yg mjdi objek
menyalin catatan tsb pd sertpikat HT

LAHIRNYA HAK TANGGUNGAN
Pada saat dibuatkan Buku Tanah Hak Tanggungan. Tanggal yang dicantumkan pada buku tanah Hak Tanggungan adalah hari kerja ketujuh/ 7 hari setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan untuk pendaftaran Hak Tanggungan. (psl 13 ayat 4 UU no 4/96 UUHT)

TANDA BUKTI sertipikat HT terdiri dari (PMNA/ Ka BPN no. 3/1996):
a. salinan buku tanah hak tanggungan
b. salinan akta pemberian hak tanggungan

KEDUDUKAN KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN:
Kreditor preferen mempunyai hak istimewa:
a. droit de preference dan b. droit de suite


RUMAH SUSUN
Dasar Hukum
1. UU Nomor 16 tahun 1985
2. PP Nomor 4 tahun 1988
3. PP Nomor 24 tahun 1997
RUMAH SUSUN adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama.

TERJADINYA HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN:
Sejak didaftarkan akta pemisahan dengan dibuatnya Buku Tanah untuk setiap satuan rumah susun yang bersangkutan

SATUAN RUMAH SUSUN
1.Satuan rumah susun : bag rmh susun yg bertujuan peruntukan utamanya digunakan scr terpisah sbg tempat hunian yg mpunyai sarana penghubung ke jln umum (psl 1 angka 2 UU no. 16/1985)
2.tanah bersama : sebidang tanah yg digunakan atas dasar hak bersama scr tdk terpisah yg diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dgn persyaratan uzin bangunan. (psl 1 angka 6 UU NO. 16/1985)
3.Bagian-bersama adalah bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun. (psl 1 angka 4 UU no. 16/1985)
4.Benda Bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama.(psl 1 angka 5 UU no. 16/1985)

TUJUAN PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 3)
1.memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
2. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang
3.Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang berguna bagi kehidupan masyarakat, dengan tetap mengutamakan ketentuan ayat (1 huruf a).

PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 5)
1.Rumah susun dibangun sesuai dengan tingkat keperluan dan kemampuan masyarakat terutama bagi yang berpenghasilan rendah.
2.Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat.

HAK ATAS TANAH UNTUK PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (Pasal 7)
1. HAK ATAS TANAH YANG DAPAT DIBANGUN RUMAH SUSUN:
1.hak milik, 2.hak guna bangunan, 3.hak pakai atas tanah Negara dan 4.hak pengelolaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.Penyelenggaraan pembangunan yang membangun rumah susun di atas tanah yang dikuasai dengan hak pengelolaan, wajib menyelesaikan status hak guna bangunan di atas hak pengelolaan tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebelum menjual satuan rumah susun yang bersangkutan.
3.Penyelenggaraan pembangunan wajib memisahkan rumah susun atas satuan dan bagian-bersama dalam bentuk gambar dan uraian yang disahkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang memberi kejelasan atas :
a. batas satuan yang dapat dipergunakan-secara terpisah untuk perseorangan;
b. batas dan uraian atas bagian-bersama dan benda-bersama yang menjadi haknya masing-masing satuan;
c. batas dan uraian tanah-bersama dan besarnya bagian yang menjadi haknya masing-masing satuan.

PERSYARATAN PEMBANGUNAN (Pasal 6)
1.Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan administratif.
2.Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah. (yaitu: PP Nomor 4 th.1988)

PEMILIKAN SATUAN RUMAH SUSUN (Pasal 8)
1.Satuan rumah susun dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum yang memenuhi syarat sebagai pemegang hak atas tanah.
2.Hak milik atas satuan rumah susun adalah hak milik atas satuan yang bersifat perseorangan dan terpisah.
3.Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) meliputi juga hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan tanah-bersama, yang semuanya merupakan satu-kesatuan yang tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan.
4.Hak atas bagian-bersama, benda-bersama, dan hak atas tanah bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) didasarkan atas luas atau nilai satuan rumah susun yang bersangkutan pada waktu satuan tersebut diperoleh pemiliknya yang pertama.

TANDA BUKTI KEPEMILIKAN HMSRS (Pasal 9)
1. Pasal 8 diterbitkan sertifikat hak milik atas satuan rumah susun.
2.Sertifikat hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas :
a. Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama menurut ketentuan Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960;
b. Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan, yang menunjukkan satuan rumah susun yang dimiliki;
c. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas bagian-bersama, benda-bersama dan tanah-bersama yang bersangkutan;
kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
d. Surat ukur

RUMAH SUSUN SBG. JAMINAN HUTANG (Pasal 12)
1.Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan atau kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan hutang dengan :
a. dibebani hipotik, jika tanahnya tanah hak milik atau hak guna bangunan;
b. dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.
2.Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimaksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang telah direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.


HMSRS-SBG JAMINAN HUTANG (pasal 13)
Hak milik atas satuan rumah susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani HT, jika tanahnya tanah hak milik atauHak Guna Bangunan dan dibebani fidusia, jika tanahnya tanah hak pakai atas tanah Negara.


HAPUSNYA HAK MILIK ATAS SATUAN RUMAH SUSUN:
a. Hak atas tanahnya hapus
b. Tanah dan bangunannya musnah
c. Terpenuhinya syarat batal
d. Pelepasan hak secara sukarela

ASAS ASAS PENGUASAAN TANAH DAN PERLINDUNGAN HUKUM
1.Penguasaan dan penggunaan tanah oleh siapapum dan untuk keperluan apapun harus dilandasi hak atas tanah yang disediakan oleh Hukum Tanah Nasional;
2.Penguasaan dan penggunaan tanah tanpa ada landasan haknya (illegal) tidak dibenarkan, bahkan diancam sanksi pidana (UU No 51 Prp Tahun 1960)
3.penguasaan dan penggunaan tanah yang berlandaskan hak dilindungi oleh hukum terhadap gangguan dari pihak manapun
4.Oleh hukum disediakan berbagai sarana hukum untuk menanggulangi gangguan yang ada: gangguan sesama anggota masyarakat: gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri atau minta perlindungan kepada Bupati/Walikota dan gangguan dari penguasa: gugatan melalui Pengadilan Umum atau Pengadilan Tata Usaha Negara
5. Dalam keadaan biasa, diperlukan oleh siapapun dan untuk keperluan apapun, perolehan tanah yang dihaki seseorang, harus melalui musyawarah untuk mencapai kesepakatan.
6. dalam keadaan biasa, untuk memperoleh tanah yang diperlukan tidak dibenarkan adanya paksaan dalam bentuk apapun dan oleh pihak siapapun kepada pemegang haknya, untuk menyerahkan tanah kepunyaannya dan atau menerima imbalan yang tidak disetujuiny, termasuk juga penggunaan lembaga penawaran pembayaran yang diikuti dengan konsinyasi pada Pengadilan Negeri;
7. Dalam keadaan memaksa, jika tanah yang bersangkutan diperlukan untuk menyelenggarakan kepentingan umum, dan tidak mungkin menggunakan tanah yang lain, sedang musyawarah yang diadakan tidak berhasil memperoleh kesepakatan, dapat dilakukan pengambilan secara paksa, dalam arti tidak memerlukan persetujuan pemegang haknya, dengan menggunakan acara pencabutan hak, yang diatur dalam UU No 20 Th 1961.
8. Baik atas dasar kesepakatan bersama maupun melalui pencabutan hak, pemegang haknya berhak memperoleh imbalan atau ganti kerugian, yang bukan hanya meliputi tanahnya, bangunan dan tanaman milik pemegang hak, melainkan juga kerugian lain yang dideritanya sebagai akibat penyerahan tanah yang bersangkutan.
9. Bentuk dan jumlah imbalan atau ganti kerugian tersebut, juga jika tanahnya diperlukan untuk kepentingan umum dan dilakukan pencabutan hak, haruslah sedemikian rupa, hingga bekas pemegang haknya tidak mengalami kemunduran, baik dalam bidang sosial maupun tingkat ekonominya.

Untuk menjamin kepastian hukum di bidang pertanahan diperlukan adanya hukum tanah yang tertulis dan penyelenggaraan pendaftaran tanah.

Minggu, 24 Mei 2009

Ilmu Perundang-undangan



LATAR BELAKANG

Pada negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) yang menyelenggarakan kesejahteraan umum (verzogingsstaat), perat. per-uu-an merupakan wahana kontribusi pemerintah dalam melaksanakan pembangunan pada berbagai bidang kehidupan masyarakat di negara tersebut.

Hal ini menunjukkan sisi penting dari perancangan perat. per-uu-an, yaitu membentuk perat. per-uu-an yang efektif dan mampu membawa perubahan sosial bagi kemajuan kesejahteraan umum.

Khusus di bidang per-Uuan perubahan tlh terjadi dgn terbentuknya UU no.10/2004 ttg pembentukan pembentukan per-UU-an



Pembentukan Perat. Per-uu-an

Tujuan utamanya : bkn lg menciptakan kodifikasi bagi norma2 dan niali2 khdpn yg sdh ada dan berkembang dlm masy, akan ttp tujuan utama dr pembentukan per-UU-an adlh mnciptaka modifikasi atau perubahan dalam kehdpn masy.



KODIFIKASI

Merupakan pembentukan perat. per-uu-an dengan cara mengadopsi norma2 yang berlaku di masyarakat. Artinya, norma2 tersebut disusun dan dituliskan scr sistematis dalam satu naskah dan ditetapkan menjadi perat. per-uu-an (formil) scr teratur.

Saat naskah2 perat. per-uu-an tersebut telah bertambah banyak, pengertian kodifikasi berkembang menjadi cara pengumpulan naskah2 perat. per-uu-an tentang suatu bidang hukum tertentu dan menyusunnya sebagai suatu perangkat hukum (set of laws) di dalam satu buku. Misalnya: Kitab Undang-undang tentang Hukum Perdata.

Selain sekedar menuliskan dan menetapkan norma2 yang berlaku di masyarakat sebagai perat. per-uu-an, pengadopsian meliputi pula cara menjadikan norma2 yang berlaku di masyarakat sebagai bahan dasar dalam penyusunan perat. per-uu-an. Misalnya: UU 5/1963 disusun dengan berbahankan norma adat tentang tanah.



MODIFIKASI

Merupakan pembentukan perat. per-uu-an dengan cara memberlakukan norma2 yang baru bagi masyarakat atau dgn kata lain peraturan per-UU-an yg menetapkan peraturan2 yg baru dikaui sbg peraturan hukum melalui penetapan oleh UU dan peraturan yg mngubah hub2 sosial.

Pembangunan sebagai upaya untuk mengejar ketertinggalan dari negara lain menuntut pengaturan atas perilaku yang tidak atau belum diatur oleh masyarakat. Artinya, tidak ada norma terkait di masyarakat yang bisa dijadikan bahan bagi negara untuk pengaturan atas perilaku tersebut. pembangunan seringkali menuntut perubahan atas perilaku di masyarakat yang dinilai oleh negara bisa menghambat upaya untuk memajukan kesejahteraan umum. Artinya, norma yang berlaku di masyarakat yang mengatur perilaku bermasalah tersebut harus diganti dengan norma baru yang diusulkan melalui pembentukan perat. per-uu-an.

Dengan demikian, negara dituntut untuk menciptakan norma untuk menggantikan norma yang berlaku di masyarakat. dengan bersumberkan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman negara lain yang disesuaikan dengan kondisi sendiri.

Dengan demikian, negara menciptakan norma baru atas perilaku2 tersebut dengan bersumberkan pada ilmu pengetahuan dan pengalaman negara lain yang disesuaikan dengan cita negara dan sistem hukum negara, serta kondisi masyarakat dan lingkungan yang ada pada negara yang bersangkutan.

Norma adalah ukuran yg hrs dipatuhi oleh seseorang dalam bertindak dan bertingkah laku dalam hub nya dgn sesamanya ataupun dgn lingkunganya serta ketentuan2 yang mengatur perilaku seseorang di dalam kehidupan pergaulan bermasyarakat yang mengandung perintah yang hendaknya (ougt to be/do atau das sollen) dipatuhi.



Terdapat berbagai macam norma di masyarakat yang mempengaruhi bentuk dan cara berperilaku seseorang, antara lain: norma agama, norma adat, norma moral, dan norma hukum.

Norma agama, adat, dan moral terbentuk oleh kebiasaan yang tumbuh dari penilaian terus-menerus masyarakat atas suatu perilaku. Perilaku yang dinilai baik dikehendaki untuk dilaksana-kan, sedangkan perilaku yang dinilai buruk dikehendaki untuk ditinggalkan. Hal ini terjadi berulangkali sehingga berkembang menjadi perintah yang harus dipatuhi.

Mengingat penilaian atas suatu perilaku bergantung pada agama dan budaya masyarakat, maka terdapat berbagai norma agama, adat, dan moral pada negara dengan beragam agama dan budaya. Masing-masing norma agama, adat, dan moral tersebut hanya berlaku bagi suatu masyarakat tertentu dalam negara tersebut.



HANS KELSEN : STUFENTHEORIE

Norma-norma dalam suatu macam norma tersusun secara berjenjang dan berlapis dalam suatu tata susunan yang bersifat hierarkhis.

Suatu norma bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi, norma yang lebih tinggi ini bersumber dan berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi, demikian seterusnya sampai pergerakan ke atas ini berhenti pada suatu norma tertinggi yang sumber dan dasar pembentukannya tidak dapat ditelusuri lagi.

Mengingat sumber dan dasar pembentukannya tidak dapat ditelusuri lagi, maka norma tertinggi –- oleh Kelsen disebut dengan grundnorm -– ditetapkan lebih dahulu secara hipotetik (presupposed) dan diterima apa-adanya oleh masyarakat (axiomatic).



STATIKA & DINAMIKA NORMA. hans kelsen.

didasarkan pada sumber keberlakuannya, norma2 bisa dibedakan dalam 2 (dua) sistem, yaitu:



1. SISTEM NORMA STATIK (NOMOSTATIC)

norma dengan sistem yang statik mendasarkan pada isi dari ketentuan2nya sebagai sumber keberlakuannya. Artinya dr segi isi nya suatu norma dpt dirinci lg mjd sutu norma2 yg lbh khusus lg. isi dari ketentuan2 dalam suatu norma menjadi dasar penilaian seseorang mengenai keberlakuan norma tersebut atas dirinya.

2. SISTEM NORMA DINAMIK (NOMODYNAMIC)

norma dengan sistem yang dinamik mendasarkan pada segi berlakunya suatu norma serta dr cara pembentukan atau penghapusan dari ketentuan2nya sebagai sumber keberlakuannya.

artinya, pembentukan atau penghapusan dari ketentuan2 dalam suatu norma menjadi dasar penilaian seseorang mengenai keberlakuan norma tersebut atas dirinya. Jadi suatu norma bersifat berjenjang krn norma yg di bawah bersumber, berdasar dan berlaku dr norma yg lbh tinggi.



NORMA HUKUM dibentuk oleh lembaga-lembaga negara yang berwenang membentuknya.

Mengingat kedaulatan negara meliputi seluruh wilayah negara, maka hanya terdapat satu norma hukum yang berlaku bagi semua masyarakat yang berada di dalam wilayah negara yang bersangkutan.



PERSAMAAN:

norma hukum dan norma-norma lainnya merupakan ketentuan-ketentuan yang mengatur perilaku seseorang di dalam kehidupan bermasyarakat yang mengandung perintah yang hendaknya (ougt to be/do atau das sollen) dipatuhi.

PERBEDAAN:

· norma hukum dibentuk oleh pihak di luar masyarakat, yaitu oleh lembaga negara yang berwenang membentuknya;(heteronom) vs...otonom

· norma hukum dapat mengancamkan sanksi pendorong kepatuhan yang bisa diterapkan kepada pelanggar ketentuan-ketentuannya, shg menimbulkan kwjbn;

· norma hukum dapat memberikan kewenangan kepada lembaga/aparat pelaksana untuk mendorong kepatuhan dan menerapkan sanksi.

· Norma hukum berlaku di slrh wilayah ind, norma lainnya hny di bbrp wil tertentu

Norma-norma yang lain dibentuk oleh masyarakat itu sendiri; meskipun dapat mengancamkan sanksi pendorong kepatuhan, namun pihak-pihak yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam dapat menghindar dari sanksi tersebut; meskipun norma-norma yang lain dapat memberikan kewenangan untuk mendorong kepatuhan dan menerapkan sanksi kepada lembaga pelaksana, namun kewenangan tersebut sangat terbatas .



DINAMIKA NORMA HUKUM dapat dibagi menjadi 2 :
1.DINAMIKA HUKUM VERTIKAL
Dinamika yang norma hukumnya berjejang dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas.
Contoh : Tata Susunan Norma Hukum RI

2. DINAMIKA HUKUM HORISONTAL
Dinamika yang normanya bergerak kesamping,
dinamika ini tidak membentuk norma baru tapi bergerak kesamping dengan analogi. Yaitu suatu penarikan norma hukum untuk kejadian-kejadian yang serupa



HANS KELSEN :

Hukum adalah norma dengan sistem yang dinamik (nomodynamic) oleh karena norma hukum mendasarkan sumber keberlakuannya pada pembentukan atau penghapusan dari ketentuan2nya bukan pada isi-nya serta suatu norma hukum dikatakan sah berlaku (valid) apabila dibentuk oleh lembaga2 negara atau otoritas2 yang berwenang membentuknya.

Hukum dapat VALID jika :

a. dibentuk olh lenbaga dan otoritas yg berwenang

b. bersumber, berlaku dan berdasar pd norma yg lbh tinggi (superior)

c. hkm tsb mjd berjenjang dan berlapis shg mjd sbh hierarki



RAGAM NORMA HUKUM

Sebagai salah satu jenis norma, ragam norma hukum bisa ditinjau berdasarkan 2 (dua) segi pokok yang terkandung dari pengertian norma, yaitu:

1. pihak yang dituju;
2. perilaku yang ditentukan.



ragam norma hukum bisa pula ditinjau berdasarkan:

1. masa laku;
2. wujud norma.



Segi PIHAK YANG DITUJU (adressat)

Didasarkan pada pihak yang dituju oleh ketentuan2nya, norma hukum bisa dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu:

· NORMA HUKUM UMUM

Ketentuan2nya ditujukan pada setiap orang atau beberapa orang yang tidak tertentu (indicated but unnamed). Misalnya: Setiap warganegara yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun harus …brg siapa...

· NORMA HUKUM INDIVIDUAL

Ketentuan2nya (hanya) ditujukan pada seseorang atau beberapa orang yang tertentu. Misalnya: Pradnya Parameswari, Nomor Pokok Mahasiswa 0508007447 dapat …

(Apakah subyek aturan tersebut berarti sekelompok pegawai? Bagaimana bila seorang pegawai tidak melaksanakan aturan tersebut?)



Segi PERILAKU YANG DITENTUKAN

Didasarkan pada perilaku yang ditentukan oleh ketentuan2nya, norma hukum bisa dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu:



· NORMA HUKUM ABSTRAK

Suatu norma hkm yg melihat pd perbuatan seseorang yg tdk ada batasnya dlm arti tdk konkret. Norma hkm abstrak ini merumuskan suatu perbuatan itu scra abstrak. (nonrepresentasional). Misalnya: …harus memiliki Kartu Tanda Penduduk.

· NORMA HUKUM KONGKRIT

Ketentuan2nya (hanya) mengenai perilaku yang tertentu yg lbh nyata (kasuistik). Misalnya: …dapat menghadiri National Course in Socio-Legal Studies pada tanggal 29 Januari s.d. 5 Februari 2008 di Universitas Indonesia.



Segi MASA LAKU

Didasarkan pada masa laku ketentuan2nya, norma hukum bisa dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu:

· NORMA HUKUM TERUS-MENERUS

Adalah norma hkm yg berlakunya tdk dibatasi oleh waktu, jd dpt berlaku kpn saja scr terus menerus, sampai peraturan itu dicabut atau diganti dgn peraturan yg lain. Atau dgn kata lain ketentuan2nya terus berlaku walaupun seseorang atau beberapa orang telah memenuhinya. Norma hukum ini, misalnya yang mengharuskan memiliki KTP, terus berlaku walaupun telah ada pihak2 yang memenuhi kewajiban itu.



· NORMA HUKUM SEKALI-SELESAI

Adalah norma hkm yg berlakunya hny satu kali saja dan setelah itu selesai, jd sifatnya hny menetapkan saja, shg dgn adanya penetapan itu norma hkm tsb selesai atau dgn kata lain keberlakuannya selesai setelah ketentuan2nya dipenuhi oleh pihak2 yang dituju. Keberlakuan norma hukum ini, misalnya hak yang terkait dengan izin untuk mengikuti suatu workshop, selesai setelah diikutinya kegiatan tersebut oleh pihak yang dituju.



SIFAT Norma Hukum

Agar menjadi norma yang utuh, suatu norma hukum terbangun dari gabungan ragam2 norma hukum. Didasarkan pada pola gabungan ragam2-nya, norma hukum bisa dibedakan dalam 3 (tiga) sifat, yaitu:

· NORMA HUKUM YANG BERSIFAT PENGATURAN/ perturan per-UU-an.

Norma hukum yang terbangun dari gabungan ragam norma yang umum, abstrak, dan terus-menerus.

· NORMA HUKUM YANG BERSIFAT PENETAPAN /keputusan (beschikking)

Norma hukum yang terbangun dari gabungan ragam norma yang individual, kongkrit, dan sekali-selesai.

· NORMA HUKUM YANG BERSIFAT BERENTANG-UMUM

Norma hukum yang terbangun dari gabungan ragam norma selain kedua pola gabungan tersebut sebelumnya. Yaitu umum-konkret serta individual-abstrak.



PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN:

Adalah penyebutan atas norma hukum yang bersifat pengaturan (umum, abstrak, dan terus menerus) yang:

1. dibentuk berdasarkan kekuasaan legislatif;

2. meliputi undang-undang yang dibentuk oleh DPR bersama dengan Presiden sebagai jenis yang tertinggi; dan

3. jenis2 lain yang dibentuk oleh lembaga2 pemerintahan berdasarkan atas atribusi ataupun delegasi kewenangan pengaturan dari undang-undang.



WUJUD Norma Hukum

para drafter dituntut untuk selalu memikirkan kemungkinan efektivitas dari rancangan norma hukum yang disusunnya. Penilaian drafter atas hal ini terlihat dari pilihan atas wujud norma dari rancangannya.

didasarkan pada wujud norma-nya, terdapat 2 (dua) macam norma hukum, yaitu:

· NORMA HUKUM TUNGGAL

Jadalh suatu norma hukum yg berdiri semdiri dan tdk diikuti oleh suatu norma hkm lainnya, jd isinya biasanya hny mrpkn suatu suruhan (das sollen) ttg bgmn seseorang hendaknya bertindak atau bertingkah laku. jika merasa yakin bakal dipatuhi, maka drafter menyusun norma hukum yang dirancangnya dengan sekedar (norma yang berisi) perintah berperilaku kepada pihak yang dituju. Norma hukum yang dibentuk oleh drafter itu adalah norma hukum tunggal, yaitu norma hukum yang bisa berlaku efektif walaupun hanya terdiri dari satu norma.

contoh: Presiden dapat dipilih kembali setelah masa aktifnya selesai. Psl17 UUD 45

· NORMA HUKUM BERPASANGAN

Adalh norma hukum yg terdiri atas 2 norma hkm, yaitu norma hkm primer dan norma hkm sekunder. Secara formil jika merasa tidak yakin akan dipatuhi, maka (norma yang berisi) perintah berperilaku dalam norma hukum yang dirancangnya didampingi dengan norma yang lain. Norma hukum yang dibentuk oleh drafter itu adalah norma Hukum Berpasangan, yaitu norma hukum yang bisa berlaku efektif jika terdiri dari dua norma yang berpasangan.

Sepasang norma tersebut adalah:



Norma Primer, yaitu norma hukum yang berisi aturan/patokan bgmn cara seseorang hrs berprilaku di dlm masy serta jg mrpkn perintah berperilaku kepada pihak yang dituju; ...mis : hendaknya engkau tdk mencuri, Setiap warganegara yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun harus memiliki Kartu Tanda Penduduk.



Norma Sekunder, yaitu norma yang berisi ketentuan2 untuk mendorong kepatuhan pihak yang dituju atas norma primer, dan sebagai petunjuk berperilaku bagi lembaga pelaksana bila terjadi pelanggaran atas norma primer serta dlm norma hukum sekunder berisi cara penanggulangan apbl norma hkm primer tdk dipenuhi atau tdk dipatuhi. Mis : Setiap warganegara yang telah berusia 17 (tujuh belas) tahun yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk dihukum dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan.



Hubungan antara norma primer dan norma sekunder :?

a. Kasualitet adalah perbuatan tertentu selalu akan mengakibatkan kondisi atau keadaan tertentu, BUKAN karena Dari contoh norma hukum primer dan sekunder, akibat yang ditimbulkan karena tidak terpenuhinya norma hukum primer tidak selalu mengakibatkan dipidana/dihukum dengan hukuman yang sama

b. JADI hubungan antar norma hukum primer dan sekunder adl Zurechnung atau pertanggung jawaban. Dimana seorang yang melakukan suatu perbuatan yang dikenankan pidana hanya dapat dijatuhi sanksi pidana sebatas apa yang dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatan
tersebut.



ZURECHNUNG: Hubungan antar norma dalam norma hukum berpasangan

suatu akibat dari perilaku ketidakpatuhan atas norma primer bukan merupakan dasar penilaian lembaga pelaksana dalam menerapkan norma sekunder kepada pelakunya. Artinya,

norma sekunder yang diterapkan oleh lembaga pelaksana kepada seseorang yang tidak mematuhi norma primer dinilai berdasarkan tanggungjawab orang yang bersangkutan atas perilaku ketidak-patuhannya kepada norma tersebut.

.

ZURECHNUNG:

suatu kondisi yang terjadi dari tuduhan ketidak-patuhan atas norma primer bukan merupakan dasar penilaian lembaga pelaksana dalam menerapkan norma sekunder kepada pelakunya.

Misalnya, hilangnya nyawa orang lain sebagai akibat dari ketidakpatuhan atas Pasal 338 KUHP, tidak serta-merta menjadikan lembaga pelaksana menuntut dan mempidana setiap pelaku dengan hukuman yang sama.

norma sekunder yang diterapkan oleh lembaga pelaksana kepada seseorang yang tidak mematuhi norma primer dinilai berdasarkan tanggungjawab orang yang bersangkutan atas perilaku ketidak-patuhannya kepada norma tersebut.



STRUKTUR NORMA DAN STRUKTUR LEMBAGA.

Jika ditinjau dr Normstructure : pembentukan norma2 hkm publik berbeda dgn pembentukan norma2 hkm privat, shg hukum publik berada di atas hkm privat.

Jika ditinjau dr norminstitutional ; lembaga2 ngra, pejabat ngra dan pemerintah berada di atas rakyat.



VALIDITY DAN EFFICACY
suatu norma berlaku karena ia mempunyai daya laku (validitas) atau karena mempunyai keabsahan(validity), validity ini berlaku apabila norma tsb dibentuk oleh norma yang lebih tinggi atau dibentuk oleh lembaga yang berwenang. Selain itu, berhubungan dengan berlakunya suatu norma kita dihadapkan pula dengan efficacy dari norma tersebut.
Dalam hal ini kita melihat apakah suatu norma yang ada dan berlaku itu bekerja atau berdaya guna secara efekif atau tidak, atau apakah norma itu ditaati atau tidak. Dalam hal ini dpt pula trjdi suatu ketentuan dlm sebuah peraturan per-UU-an tdk berdaya guna lgwlpn peraturan tsb msh berdaya laku (krn blm dicabut) hal ini dikarenakan suatu peraturan per-UU-an merumuskan ketentuan yg bertujuan utk menggatikan rumusan dlm peraturan per-UU-an yg lain, ttpi tdk dgn melakukan pencabutan thdp ketentuan yg diubah tsb.



RUITER, sbh norma termsk norma hkm mngdung unsur2 brkut.

a. Cara keharusan berprilaku

b. Seorang atau sekelompok orang (adressat) atau normaadressaat sebagai subjek norma

c. Perilaku yg dirumuskan, atay objek norma

d. Syarat2nya atau kondisi norma (normcondities)



ADOLF MERKL = suatu norma hkm itu bersumber dan berdasar pd norma yg diatasnya, tetapi ke bawah ia jg mnjdi sumber dan mjd dasar bagi norma hkm di bwhnya, shg suatu norma hkm itu mempunyai masa berlaku yg relatif, oleh krn masa berlakunya suatu norma hkm itu tergantung pd norma hkm yg berada di atasnya. Apabila norma hkm yg berada di atasnya dicabut atau dihapus, pd dasarnya norma2 hkm yg berada di bawahnya akan tercabut dan terhapus pula.





• PERUBAHAN PERAT. PER-UU-AN

Bentuk Perubahan

Bentuk2 perubahan yang dapat dilakukan atas suatu perat. per-uu-an meliputi:

1. penambahan;

2. penghapusan;

3. penggantian.

• …Ruang Lingkup Perubahan

Ruang lingkup perubahan yang dapat dilakukan atas suatu perat. per-uu-an meliputi seluruh atau sebagian dari:

1. bab, bagian, paragraf, pasal, atau ayat;

2. anak kalimat, gabungan kata, atau kosa kata;

3. angka, huruf, atau tanda baca.



• …Syarat Perubahan

Syarat2 dalam melakukan perubahan atas suatu perat. per-uu-an adalah:

1. dilakukan oleh pejabat yang berwenang membentuk, berdasarkan tata cara yang berlaku, dan dengan perat. per-uu-an yang sejenis;

2. dilakukan tanpa mengubah sistematika bagian batang tubuh dari perat. per-uu-an yang diubah.



• …C a t a t a n

Apabila suatu perat. per-uu-an sudah berulang kali diubah, atau akan diubah secara besar-besaran, maka perat. per-uu-an tersebut sebaiknya dicabut dan diganti saja dengan perat. per-uu-an yang baru.



• STRUKTUR

Bagian Penamaan

Setelah keterangan tentang jenis, nomor, dan tahun pembentukan, dilanjutkan dengan penyebutan tentang perat. per-uu-an yang diubah.

Apabila telah lebih dari satu kali dilakukan perubahan atas perat. per-uu-an tersebut, maka disebutkan pula keterangan mengenai kali yang keberapa perat. per-uu-an itu diubah.

• Bagian Pembukaan

Di dalam konsiderans dikemukakan alasan-alasan empirik dilakukannya perubahan atas suatu perat. per-uu-an yang mendorong pembentukan perat. per-uu-an perubahan.

Selain norma hukum atau perat. per-uu-an yang memberikan kewenangan pembentukan, perat. per-uu-an yang diubah dapat pula dijadikan landasan yuridis bagi pembentukan perat. per-uu-an perubahan.

• Bagian Batang Tubuh

Batang Tubuh perat. per-uu-an perubahan hanya terdiri atas dua pasal yang ditulis dengan angka romawi, yaitu:

Pasal I memuat ketentuan mengenai segala perubahan atas suatu perat. per-uu-an dengan diawali penyebutan perat. per-uu-an dimaksud. Urutan perubahan dapat ditandai dengan huruf kapital atau angka latin.

Pasal II memuat ketentuan mengenai saat mulai berlakunya perat. per-uu-an perubahan.



CARA PERUMUSAN

Apabila di antara dua pasal akan disisipkan satu pasal baru, maka nomor pasal tersebut sama dengan nomor pasal sebelum pasal itu dengan penambahan huruf A.

Contoh :

Nomor pasal baru yang disisipkan diantara Pasal 25 dan Pasal 26 adalah Pasal 25A.

• Apabila di antara dua ayat akan disisipkan satu ayat baru, maka nomor ayat tersebut sama dengan nomor ayat sebelum ayat itu dengan penambahan huruf a.

Contoh :

Nomor ayat baru yang disisipkan diantara ayat (4) dan ayat (5) adalah ayat (4a).

• Apabila suatu istilah yang terdiri dari gabungan kata akan diganti, maka -- walaupun yang akan diganti hanya salah satu kata dari gabungan kata tersebut -- penggantiannya adalah dengan menyebutkan keseluruhan kata dari istilah tersebut.

Contoh :

‘metode penelitian kualitatif’ diganti dengan ‘metode penelitian kuantitatif”.



PENCABUTAN PERAT. PER-UU-AN

Bentuk Pencabutan

Bentuk2 pencabutan yang dapat dilakukan atas suatu perat. per-uu-an meliputi:

1. Pencabutan Tanpa Penggantian

Pencabutan tanpa penggantian adalah mencabut keberlakuan suatu perat. per-uu-an tanpa menggantinya dengan perat. per-uu-an yang baru yang mengatur materi yang sama.

Pencabutan tanpa penggantian dilakukan apabila dinilai tidak lagi diperlukan pengaturan atas materi yang diatur dalam perat. per-uu-an yang dicabut tersebut.

Struktur perat. per-uu-an ini sama dengan struktur perat. per-uu-an perubahan, yaitu bagian Batang Tubuh perat. per-uu-annya hanya terdiri atas dua pasal yang ditulis dengan angka latin, yaitu:

Pasal 1 memuat ketentuan mengenai pencabutan atas suatu perat. per-uu-an.

Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlakunya perat. per-uu-an perubahan tersebut.

2. Pencabutan Dengan Penggantian

Pencabutan dengan penggantian adalah pencabutan keberlakuan suatu perat. per-uu-an dengan mengganti-nya dengan perat. per-uu-an baru yang mengatur materi yang sama.

Pencabutan dengan penggantian dilakukan apabila perat. per-uu-an yang dicabut dinilai memerlukan perat. per-uu-an baru untuk mengatur materi yang sama.

Struktur perat. per-uu-an ini berbentuk struktur umum perat. per-uu-an.

Pembedanya adalah terdapatnya ketentuan mengenai pencabutan atas perat. per-uu-an yang lama.



HANS NAWIASKY : mengemukakan bhw sesuai dgn teori hans kelsen, maka suatu norma hkm dr ngra manapun selau berjenjang dan membentuk sbh hierarki. Norma yg di bwh berlaku, bersumber an berdasar dr norma hukum yg di atasnya atau lbh tinggi. Sampai pd suatu norma yg tertinggi yg disebut norma dasar. Hans nawiasky jg mengemukakan bhw selain norma itu berjenjang-jenjang, norma hkm dr suatu ngra itu jg berkelompok-kelompok, dan pengelompokan norma hkm dalam suatu ngra itu trdiri atas 4 klmpok bsr yaitu :

1. Staatsfundamentalnorm (norma fundamental negara)

2. Aturan dsr negara/ aturan pokok ngra

3. UU “formal”

4. Aturan pelaksana dan aturan otonom

Kelompok2 norma hkm tsb hampir selalu ada dalam tata susunan norma stp ngra wlpn mpunyai istilah yg brbeda-beda atau bisa dilihat dr jumlah norma hkm yg berbeda dlm tiap kelompoknya.



STAATSFUNDAMENTALNORM. : mrpkn norma hkm yg tertinggi dan mrpkn kelompok pertama dlm hierarki norma hkm negara. Norma fundamental ngra ini mrpkn norma yg tdk dibentuk oleh suatu norma yg lbh tinggi lg, ttpi bersifat pre-supposed atau ditetapkan trlebih dahulu oleh masy dlm suatu ngra dan mrpkn norma yg mjdi tempat bergantungnya norma2 hkm dibawahnya. Norma hkm ini tdk dibentuk oleh norma yg lbh tinggi lg, jk ada yg lbh tinggi lg maka ia bkn mrpkn norma yg tertinggi. Menurut Isi Staatsfundamentalnorm ialah norma yg mrpkn dasar bagi pembentukan konstitusi atau UU dasar dr suatu ngra termsk norma pengubahannya. Bersifat : sbg suatu hipotesa, sesuatu yg fiktif, suatu yg aksioma.



JENJANG NORMA ( stufentheorie) hans K & JENJANG NORMA HUKUM , hans Nw

PERSAMAAN : bahwa keduanya mnybutkan bhw noram2 itu berjenjang- jenjang dan berlapis-lapis, dlm artian suatu norma itu berlaku, bersumber, dan berdasar pd norma yg diatasnya, norma yg diatasnya berlaku, bersumber dan berdasar pd norma yg di atasnya lg. Demikian strusny sampai pd suatu norma yg tertinggi dan tdk dpt ditelusuri lg sumber dan asalnya, ttpi brsifat pre-supposed dan axiomatis.

PERBEDAAN :

1. Hans K tdk mngelompoka norma2 itu, sdgkn hans Nw membagi norma2 itu ke dalam 4 klmpok yg berlainan

2. Hans K membahas jenjang norma scr umum(general) dlm artian berlaku utk semua jenjang norma (trmsk norma hkm ngra) sdgkn hans Nw membahas teori jenjang norma itu scra lbh khusus, yaitu dihubungkan dgn suatu ngra.

3. Hans Nw jg menyebutkan norma dasar ngra tdk dgn sebutan/istilah Staatsgrundnorm melainkan staatsfundamentalnorm.

Staatsgrundnorm. tidak tepat jk dipakai dlm mnyebut norma dsr ngra, oleh krn pengertian grundnorm memiliki kecenderungan utk tdk berubah, atau bersifat tetap, sdgkn di dalam suatu ngra norma dsr ngra itu dpt berubah sewaktu-waktu krn mis ny ada suatu pemberontakan, kudeta dsb.



ATURAN DASAR NEGARA / Aturan pokok negara. (staatsgrundgesetz) : mrpkn kelompok norma hkm di bwh Norma Fundamental Negara. Norma2 ADN/APN ini mrpk aturan2 yg msh bersifat pokok dan mrpkn aturan2 umum yg bersifat msh grs bsr, shg msh merupakn norma tunggal dan blm disertai norma sanksi. Mnrt hans Nw, suatu ADN/APN dpt dituangkan di dalam suatu dokumen ngra yg disebut staasverfassung. ADN/APN biasanya mengatur : pembagian kekuasaan negara, mengatur hubungan antar lembaga2 negara, serta mengatur hubungan antar ngra dgn warganegaranya. di Indo ADN/APN teruang dlm batang tubuh UUD 1945 dan ketetapan MPR, serta di bwh hkm dsr tdk tertulis yg srg disebut dgn konvensi ketatanegaraan(tdpt di penjelasan umum ang.1 UUD 45). ADN/APN mrpkn landsan atau dsr berlaku dr pembentukan UU dan peraturan lain yg lbh rendah.



UU FORMAL : kelompok norma2 hkm yg berada di bawah ADN/APN, berbeda dgn ADN/APN maka norma2 dlm suatu UU sdh mrpkn norma hkm yg lbh konkret dan terinci, dan dpt lsg berlaku di dlm masy. Wujud dr UU ini tdk hny norma hkm tunggal ttpi jg norma hkm berpasangan, shg tdpt norma hkm sekunder selain norma hkm primernya, oleh krn itu suatu UU dpt dikenai norma2 sanksi.suatu UU berbeda dgn peraturan lainnya krn UU dibentuk oleh suatu lembaga legislatif.



PERATURAN PELAKSANA DAN PERATURAN UMUM.

Mrpkn peraturan2 yg terletak di bwh UU yg erfungsi menyelenggarakn ketentuan2 dlm UU. Peraturan pelaksanaan bersumber dr delegasi kewenagan sdgkn peraturan otonom bersumber dr kewenangan atribusi. Atribusi kewenangan dr pembentukan peraturan per-UU-an ialah pemberian kewenangan membentuk peraturan per-UU-an yg diberikan oleh UUD atau UU kpd suatu lembaga negara/pemerintah. Kewenagan tsb melekat trs menerus dan dapat dilaksanakan atas prakarsa sendiri stp saat, sesaui dgn batas2 yg diberikan. Mis . UUD 1945 psl 22(1) ttg presiden mbuat PP pengganti UU. Delegasi kewenagan dlm pembentukan peraturan per-UU-an ialah pelimpahan kewenangan membentuk peraturan per-UU-an yg dilakukan oleh peraturan per-UU-an yg lbh tgi kpd peraturan per-UU-an yg lbh rendah, baik pelimpahan dinyatakan dgn tegas maupun tidak. Mis: psl 5 (2) UUD 1945. Presiden mntapkan PP utk mnjlnkan UU sbgmn mestinya



HUBUNGAN antara PANCASILA dgn UUD 1945.

Lihat penjelasan UUD 1945 angka 3. Dr perumusan ini dilihat bhwa kedudukan dr pembukaan Ud 1945 adalah lbh utama drpd batang tubuh UUD 1945, oleh krna pembukaan UUD 1945 itu mngandung pokok2 pikiran yg sesaui dgn nilai2 yg tdpt dlm pancasila.. apbial poko2 pikiran yg trkandung dlm pembukaan UUD 1945 tsb mncerminkan pancasila yg mnciptakan pasal2 dlm batang tubuh UUD 1945, dgn demikian pancasila mrpkn norma fundamental ngra yg mjdi dasar dan sumber bagi ADN/APN yaitu batang tubuh UUD 1945.



HUBUNGAN, pancasila, UUD 1945, dan ketetapan MPR.

Ditinjau dr sistem norma hkm NRI, maka staatsfundamentalnorm pancasila, verfassungnorm UUD 1945, grundgesetznorm ketetapan MPR, dan gesetznorm UU.mrpkn suatu bagian dr sistem norma hkm NRI. Staatsfundamentalnorm pancasila yg mrpkn pokok2 pikiran yg terkandung dlm pembukaan UUD 1945 adalh sumber dan dasar bagi pembentukan pasal2 dalam verfassungnorm UUD 1945..DST.



HUBUNGAN norma HUKUM dasar dgn Norma Per-UU-an

HUBUNGAN norma HUKUM dasar (verfassungnorm) dgn Norma Per-UU-an (gesetzgebungnorm) dpt ditinjau dr rumusan penjelasan UUD 1945, khususnya pd angka IV. Norma2 hukum yg trdpt dlm hkm dasar (verfassungnorm) itu dpt berlaku sbgmna mestinya, maka norma2 hkm tsb hrs terlebih dahulu dituangkan ke dlm peraturan Per-UU-an (gesetzgebungnorm)oleh krn norma hkm nya bersifat umum dan dapat mengikat slrh wrgangra. UU dpt melaksanakan atau mengatur lbh lanjut hal2 yg ditentukan scr tegas2 oleh UUUD 1945 maupun hal2 yg scra tdk tegas menyebutkannya.





Tiga model pengaturan mengenai saat mulai berlakunya suatu Undang-Undang:

1. berlaku pada tanggal diundangkan atau ditetapkan;

2. berlaku pada beberapa waktu setelah diundangkan dengan berdasarkan pada tanggal tertentu, atau penetapan oleh Undang-Undang lain;

3. berlaku pada tanggal diundangkan, tetapi berlaku surut sejak tanggal tertentu.





Empat model pengaturan dalam Ketentuan Peralihan:

1. pengaturan tentang penerapan suatu Undang-Undang terhadap keadaan dan hubungan hukum yang telah ada atau sedang berlangsung pada saat mulai berlakunya Undang-Undang tersebut;

2. pengaturan tentang penyimpangan ketentuan-ketentuan suatu Undang-Undang untuk sementara waktu;

3. pengaturan tentang aturan khusus bagi keadaan dan hubungan hukum yang telah ada atau sedang berlangsung pada saat mulai berlakunya Undang-Undang; atau

4. pengaturan tentang pelaksanaan secara berangsur2 Undang-Undang yang bersangkutan.



Dalam Lampiran ttg “Tata Urutan Peraturan Perundangan RI” mnrt UUD 5 dirumuskan sbg berikut.
BENTUK PERATURAN PERUNDANGAN MNRT UUD 45 DIRUMUSKAN SBG BERIKUT.
1. Bentuk peraturan perundangan RI menurut UUD 1945 ialah sbg berikut :
a. UUD 1945
b. ketetapan MPR
c. UU/ peraturan pemerintah pengganti UU
d. peraturan pemerintah
e. keputusan presiden

peraturan2 pelaksanaan lainnya seperti :
a. peraturan menteri
b. instruksi menteri
c. dll

2. sesuai dgn system konstitusi spti yg dijelaskan dalam penjelasan authentic UUD 1945, UUD RI adalah btk peraturan perundangan yg tertinggi, yg mjdi dsr dan sumber bagi semua peraturan2 bawahan dlm Negara.
3. sesuai pula dgn prinsip Negara hukum, maka stp peraturan perundangan harus bersumber dan berdasar dgn tegas pd peraturan perundangan yg berlaku, yg lebih tinggi tingkatnya

UUD 1945 : ketentuan2 yg tercantum dalam pasal2 UUD adalah ketentuan2 yg tertinggi tingkatnya yg pelaksanaanya dilakukan dgn ketetapan MPR, UU atau keputusan Presiden.
UUD 1945 tdk dpt dikatakan sbg peraturan per-UU-an, oleh krn UUD 1945 itu dpt terbagi dlm 2 kelompok norma hukum yaitu :
a. Pembukaan UUD 1945 yg mrpkn norma fundamental ngra. Norma fundamental ngra ini ialah norma hukum tertinggi yg bersifat pre-supposed dan mrpkn landasan dsr filosofis yg mngandung kaidah2 dsr bagi peraturan ngara itu lbh lanjut. Sft norma hkm nya masih scr grs bsr dan brsft umum, serta mrpkn norma hkm tunggal, dlm arti tdk dilekati oleh norma hkm yg berisi sanksi.
b. Batang tubuh UUD 1945 mrpkn staatsgrundgesetz atau ADS/APN yg mrpkn grs2 bsr atau pokok kebijaksanaan ngra utk mnggariskan tata cara mbentuk peraturan per-UU-an yg mgikat umum. Norma hkm dlm dlm batang tubuh UUD 1945 msh bersifat grs besar dan mrpkn norma hkm tunggal, jd blm dilekati oleh norma hkm yg berisi sanksi.

KETETAPAN MPR:
a. ketetapan MPR memuat grs2 besar dalam bidang legislative dilaksanakan dgn UU.
b. Ketetapan MPR memuat garis2 besar dlm bidang eksekutif dilaksanakan dgn keputusan presiden.
Ketetapan MPR mrpkn staatsgrundgesetz atau ADS/APN dan bkn mrpkn peraturan per-UU-an , sama halnya dgn batang tubuh UUD 1945, maka ketapan MPR ini jg berisi grs2 bsr kebijakan ngra, sft norma hkmnya msh scra grs bsr dan mrpkn norma hkm tunggal dan tdk dilekati oleh norma hkm yg berisis sanksi. Wlpn demikian ketetapan MPR kedudukany msh setingkt dibawah batang tubuh UUD 1945, hal ini disebkan krn norma2 dln batang tubuh UUD 1945 dibentuk oleh MPR saat MPR mlksnkan kewenangan elaku konstituante yg berkedudukan di atas dlm arti lbh tingi drps UUD 1945, smntra norma2 dlm ketetapan MPR dibenyuk oleh MPR saat MPR mlksnkan kewenangan selaku lembaga penetap garis2 bersar dlm haluan ngra, dan selaku lembaga pemilih (elektokrat) presiden dan wapres yg mnjalankan ketentuan UUD 1945.

UU :
a. UU adalah utk mlksnakan UUD atau ketetapan MPR
b. Dalam hal ihwal kegentingan yg memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan2 sbg pengganti UU :
1. peraturan pemerintah itu hrs mndapat persetujuan DPR dalam persidangan yg berikut
2. jk tdk mndpat persetujuan, maka PP itu hrs dicabut

PERATURAN PEMERINTAH : adalah memuat aturan2 umum untuk melaksanakan UU.
 Ps 5 (2) UUD 1945
 Menjalankan UU sebagaimana mestinya
 Secara teknis saja namanya “perat pemerintah” padahal yang membuat adalah PRESIDEN
 PP tidak dapat dibentuk terlebih dahulu sebelum ada UU induknya
 PP tidak dapat mencantumkan sanksi bila tidak ada sanksinya di UU yg bersangkutan tdk ada
 Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan yang ada di UU yg ersangkutan
 Untuk menjabarkan, merinci, menjalankan UU maka dapat dibentuk PP walau tidak didelegasikan oleh ketentuan UU
 Ketentua PP berisi peraturan atau gabungan prtrn dan penetapan


PERATURAN DESA (psl 7 sy 2) yg menetapkan bhw perdes / prtran yg setingkat dgn itu dibuat oleh badan perwakilan desa atau nama linnya bersama kades, ke dlm jenis dan hierarki peraturan per-UU-an. Perdes dlm peraturan per-UU-an krg tepat krn tdk sesuai dgn ketentuan UU no. 32 thn 2004 ttg peraturan daerah.disni dijelaskan bhw badan perwakilan desa bersama kades tdk boleh membentuk suatu perdes. badan perwakilan desa bersama kades boleh mbuat perdes asalkan perdes tsm bersifat mngatur (dan mngikat umum) dlm arti peraturan di bidang penyelenggaraan pemerintah saja, ttpi tdk sbgai peraturan per-UU-an.


KEPUTUSAN PRESIDEN : berisi kptsn yg bersifat khusus yg adlah utk melaksanakan ketentuan UUD yg bersangkutan, ketetapan MPR dlm bidang eksekutif atau peraturan pemerintah. Dalam keppres ini jg bersifat penetapan dimaa sifat normanya individual. Konkret dan sekali selesai. Akan tetapi krn keppres jg termasuk ke dlm peraturan per-UU-an maka ia jg dpt bersifat dauerhaftig (berlaku trs-menerus)

PERATURAN2 PELAKSANAAN LAINNYA: seperti Peraturan menteri, instruksi menteri dll. Hrus dgn tegas dan bersumber pd peraturan perundangan yg lbh tinggi.

PERATURAN MENTERI :
Lebuh tepat dikatakan keputusan menteri, olh krn dgn disebut sbg keputusan menteri dpt berarti scr luas, baik yg berarti peraturan maupun jg penetapan.

INSTRUKSI MENTERI :
ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966, instruksi menteri tdk dimasukan dlm peraturan per-UU-an. Krn Kata instruksi dirasa krg tepat karena suatu instruksi bersifat individual dan konkret serta hrs ada hub atasan dan bawahan scra organisatoris, sdgkn sifat dr suatu norma hkm dlm peraturan per-UU-an adalah umum, abstrak dan berlaku scra trs menerus.
Mnrt ruiter, unsur norma hkm mngandung unsur :
a. cara keharusan berprilaku, atau oprerator norma
b. seorang atau sekelompok org adresat atau ada subjek norma
c. terdapat perilaku yg dirumuskan atau ada objek norma.
d. Terdapat syarat2 yg bs disebut kondisi norma

PERATURAN DAERAH :
Dlm ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966 tidak dimasukan perda sbg peraturan per-UU-an, pdhl perda adlh jg termasuk dlm jenis peraturan per-UU-an dan tdk selalu mrpkn peraturan pelaksanaan saja.

Dengan uraian di atas dpt disimpulkan bhw ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966 jg mngakui adanya suatu sistem norma hukum yg berlapis-lapis dan berjenjang, dmna suatu norma hukum bersumber dan brdsr pd norma yg lbh tinggi dan diakui jg adanya norma yg tertinggi yg mjdi dsr dan sumber bagi norma2 di bwhnya spt grundnorm dlm teorinya hans kelsen dan staatsfundamentalnorm dlm teorinya Hans kelsen.

PERISTILAHAN :
a. Tata urutan = hrsnya tata susunan atau hierarki. Krn tata susunan lbh mnyerupai suatu hierarki yg mrpkn suatu tingkatan dr peraturan per-UU-an yg mngandung suatu fungsi dan materi muatan yg berbeda.
b. “Bentuk” peraturan per-UU-an = hrsnya diganti dgn “jenis” peraturan per-UU-an, oleh krn istilah bentuk lbh menunjuk pd ciri2 morfologis, sdgkn “jenis” berarti “macam” dr peraturan per-UU-an.
c. “perundangan” = hrnya istilah per-UU-an, krn UUD 1945 mnyebutkan kata UU utk peraturan yg dibentuk oleh presiden dgn persetujuan DPR.
d. “Dll” adalah tdk tepatkn istilah tsb dpt diartikan scr luas atau apkh yg dimaksud disii trmsuk jg keptusan badan negara atau peraturan per-UU-an tk daerah? Dlm rumusannya mngenai jenis peraturan per-UU-an ketetapan MPRS no. XX/MPRS/1966 tdk mnyebut scra limitatif apa saja yg tergolong di dalamnya. Dlm hal ini hny disebutkan “dan lain2” yg terkesan tdk terbatas jumlahnya dan peraturan2 lain pun disamakan dgn peraturan per-UU-an.
e. sumber hukum” hrs diganti dgn “smber tertib hukum “ yg berarti tdk saja sbgai sumber atau dsr dr suatu hkm atau peraturan, akan tatapi sumber dan dsr tsb jg mbentuk suatu “ tertib” atau “orde” yg srg disebut dgn suatu “ tata susunan” atau “hierarki”

HIERARKI PERATURAN PER-UU-AN (berdasrkan ketetapan MPR No. III/MPR/2000 ttg sumber hkm dan tata urutan peraturan per-UU-an)
a. Bhw NKRI berdasar atas hukum perlu adanya ketegasan sumber hkm yg mrpkn pedoman bagi penyusunan peraturan per-uu-an RI
b. Mewujudkan supremasi hkm perlu adanya aturan hkm yg merupakan peraturan per-UU-an yg mngatur khdpn bermasy, berbangsa, dan bernegara sesuai dgn tata urutannya
c. Dlm rangka memantapkan perwujudan otonomi daerah perlu menempatkan perda dlm tata urutan peraturan per-UU-an.
d. Sumber tertib hkm RI dan tata urutan peraturan per-UU-an RI brdsrkan ketetapan MPRS no.XX/MPRS/1966 yg mnimbulkan kerancuan pengertian, shg tdk dpt lg dijadikan landasan penyusunan perauran per-UU-an.

HIERARKI PER-UU-AN MNRT PSL 7 :
a. UUD NKRI 1945
b. UU/ PERPU
c. PP
d. PERPRES
e. PERDA

TANGGAPAN dan MASALAH TERHADAP KETETAPAN MPR no.III/MPR/2000

1. Masalah sumber hukum dan tata susunan peraturan per-UU-an
Dr rumusan ketetapan MPR tsb terlihat adanya ketidak serasian antara pasal 1 dan pasal 2. Dlm psl 1 ay. 1 dinyatakan bhw sumber hkm adlh sumber yg dijadikan bahan utk penyusunan peraturan per-UU-an. Dan menurut ay.3 sumber hkm tsb adalah pancasila (pembukaan UUD 1945), dan batang tubuh UUD 1945, sdgkn dlm psl 2 dinyatakan bhw tata urutan peraturan per-UU-an dimulai dr (trmsuk) UUD 1945. Selain itu dlm psl 3 ay.1 dirumuskan bhwa UUD 1945 mrpkn hukum dasar tertulis. Apbial pancasila dan batang tubuh UUD 1945 tsb sbgai sumber dr peraturan per-UU-an, dan mrpkn hkm dsr tertulis, berarti ke2 nya tdk termasuk dlm jenis peraturan per-UU-an.
2. Ketetapan MPR
Apbila melihat dr sifat dan karakteristika suatu norma hkm, ketetapan MPR jg tdk termasuk dlm jenis peraturan per-UU-an , oleh krn ketetapan MPR msh mrpkn suatu ADS/APN. Seharusnya ketetapan MPR adlh keputusan yg hny mngikat/ ditujuakn kpd presiden, oleh krn ketetapan MPR mrpkn suatu amanat yg hrs dilaksanakan oleh presiden dlm rangka mnjalankan pemerintahan dan tdk mngatur umum. Sbgai ADS/APN maka ketetapan MPR jg termasuk sumber dan dasar pembentukan peraturan per-UU-an.
3. Peraturan pemerintah pengganti UU (PERPU)
a. Penempatan PERPU dibawah UU adlh tdk tepat, bhkn tdk sesuai dgn psl 5 ay 2 UUD 1945. Konsekuensinya adalah peraturan yg ada di bwh hrs bersumber dan berdasr pd peraturan yg lbh tingi atau dgn kata lain, peraturan yg lbh rendah mrpkn peraturan pelaksanaan dr peraturan yg lbh tinggi.
b. Mnrt psl 5 ay 2 UUD 1945 dirumuskan presiden mbntuk PP utk mnjalankan UU sbgaimana mestinya. Scra hierarkis letak PP shrsnya di bwh UU dan tdk di bwh PERPU, wlpn pd kenyataan PP dpt jg mngatur lbh lanjut PERPU.
4. Permasalahan yg berhubungan dgn peraturandan keputusan lain.(brdsr psl 4)
a. Peraturan atau keputusan MA = Permasalahan pd psl 4 ay 2, krn MA sbg pemegang ekuasaan kehakiman yg mnyelenggarakan fungsi peradilan hny mbentuk keputusan yg bersifat individual, konkret, dan final. MA tdk mbentuk suatu keputusan yg bersifat umum, abstrak dan terus menerus.
b. Peraturan atau keputusan BPK = diteatpkannya Peraturan atau keputusan BPK dlm psl 4 ay 2 tdp permasalahan.kewenangan BPK alh emeriksa keuangan ngra, shg tdk dpt mbenyuk suatu peraturan yg bersifat umum, abstrak, dan trs menerus spt peraturan per-UU-an.


LEMBAGA PEMERINTAH DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
PEMERINTAH ?
Terkait dengan Montesquie dalam Trias Politica
Presiden adalah Eksekutif
Tapi selain mempunyai kewenangan eksekutif….
Juga Legislatif (bila dilakukan bersama dengan DPR) membuat UU


Sistim Kenegaraan dan Pemerintahan sebelum Perubahan UUD
Kedaulatan rakyat tertinggi di tangan MPR
MPR sebagai konstituante
Setelah UUD jadi, MPR menetapkan GBHN, Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden

TUGAS, fungsi dan wewenang MPR (psl 3 dan 8) :
a. Mngubah dan menetapkan UU
b. Melantik pres dan/atau wapres
c. Mberhentikan pres dan/atau wapres
d. Melikih wapres dlm hal terjadi kekosongan
e. Meilih pres dan wapres dlm hal tjdi kekosongan jabatan.
Berdsrkan fungsi dan wewenang tsb, dpt disimpulkan bhw MPR tdk mpunyai kewenangan dlm bidang pembentukan peraturan per-UU-an, oleh krn MPR tdk mpunyai tgs mngatur rakyat.

TUGAS DPR :
a. Mbentuk UU dgn persetujuan presiden
b. DPR mpunyai fungsi legislatif, fungsi anggaran, hak interplasi, hak angket, dan hak mnyatakan pendapat.
Berdsrkan fungsi dan wewenang tsb, dpt disimpulkan bhw DPR tdk mpunyai kewenangan dlm bidang pembentukan peraturan per-UU-an, oleh krn DPR hny dpt mbentuk UU dgn persetujuan presiden, yg mrpkn peraturan per-UU-an yg tertinggi.

TUGAS DPD : psl 22 perubahan
a. Mngajukan RUU ke DPR yg berkaitan dgn otonomi daerah
b. Ikut mbahas RUU yg berkaitan dgn otonomi daerah
c. Mlkukan pengawasan atau pelaksanaan UU tertentu.
Berdsrkan fungsi dan wewenang tsb, dpt disimpulkan bhw DPD tdk mpunyai kewenangan dlm bidang pembentukan peraturan per-UU-an

PRESIDEN
1. Penyelenggara tertinggi Pemerintahan negara, dlm mnjalankan pemerintahan ngra, kekuasaan dan tgjwb adlh di tangan presiden (concentrasion of power)
2. Sistim pemeritahan dalam UUD 1945 menunjukkan sistim yang khas
3. KEdaulatan berada di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR
4. Sebagai mandataris dari MPR, Presiden bertugas menjalankan GBHN yang ditetapkan MPR.
5. Presiden diangkat oleh Majelis, dan tunduk kepada MPR untuk menjalankan putusan-putusannya.
Presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi di bawah MPR, kekuasaan dan tanggung jawab ada di Presiden
Presiden adalah mandataris MPR, kepala negara dan kepala pemerintahan.

TUGAS PRESIDEN :
Menjalankan UUD
Menjalankan GBHN
Menjalankan Pemerintahan dalam arti umum
Untuk itu maka : Diperlukan peraturan perundang-undangan


PEMERINTAHAN
G.Jellineck,
pemerintahan bisa berarti 1. Formal
- Kekuasaan Mengatur
- Kekuasaan Memutus
2. Materiial
- Unsur memerintah
- Unsur melaksanakan


SISTEM PEMERINTAHAN DALAM PERUUAN SETELAH PERUBAHAN UUD 1945
Presiden adalah Kepala Negara dan penyelenggara tertinggi pemerintahan
Sistem pemerintahan yang bergeser
Ps.1 (2) UUD 1945, kedaulatan rakyat berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945
Interpretasi : pembagian kekuasaan antara lembaga negara
Perubahan ini mengalihkan negara Indonesia dari sistem MPR kepada sistem kedaulatan rakyat yg diatur melalui UUD 1945.
Memberikan dan mengatur pelaksanaan kedaulatan rakyat kepada rakyat secara langsung dan lembaga negaranya
Walaupun demikian, bila dilihat dari UUD 1945 sebelum perubahan, pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dipegang MPR pun didasarkan pada konstitusi.

KEDUDUKAN PRESIDEN SETELAH UUD 1945 PERUBAHAN
Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat
Rakyat memegang kedaulatan atau sebagai citoyen memberikan mandat kepada Presiden secara langsung
Rakyat menyerahkan kewenangan untuk memerintah dan mengatur (mereka juga) kepada Presiden
Dalam menjalankan tugasnya, Presiden perlu membentuk peraturan perundang-undangan
Presiden sebagai kepala Pemerintahan tertinggi yang membentuk perat perUUan.
Dibantu oleh WAPRES, Pejabat setingkat menteri, Menteri Negara, LPND

PEMBANTU PRESIDEN
Lembaga setingkat menteri : Jaksa Agung
Dewan Pertimbangan Presiden
Menteri Negara
24 LPND
Dirjen
Badan “Hukum” Negara
Pemerintah Daerah
Kepala daerah



LEMBAGA NEGARA DALAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Sebelum dan Sesudah Perubahan UUD 1945

NEGARA HUKUM DAN PEMISAHAN KEKUASAAN
¬ Indonesia adalah Negara Hukum
¬ Teori bernegara tumbuh dari kehidupan masyarakat
¬ Teori Pemisahan Kekuasaan
¬ Pemisahan yang kedap, Lembaga memegang kekuasaan yang sama juga.
¬ Walau terpengaruh, tapi Indonesia tidak mengikuti secara pas Pembagian Kekuasaan
¬
KEKUASAAN MEMBENTUK UU DAN MASYARAKAT
HAKIKAT UU MENURUT ROSSEAU
¬ Tujuan negara menegakkan hukum dan menjamin kebebasan warganya.
Membentuk UU adalah hak rakyat, sehingga UU adalah penjelmaan dari kemauan atau kehendak rakyat
Rakyat bukanlah jumlah individu, tapi kehendak rakyat itu sendiri melalui perjanjian masyarakat.
¬
Pokok – Pokok Sistem Pemerintahan (penjelasan Umum)
berdasarkan atas Hukum
Pemerintah berdasar sistim konstitusi tidak bersifat absolut
Kekuasaan tinggi berada di tangan MPR
Presiden adalah penyelenggaraan pemerintah negara yang tertinggi di bawah majelis
Presiden tidak bertanggung jawab pada DPR
Menteri Negara ialah pembantu Presiden , dan menteri tidak bertanggung jawab pada DPR
Kekuasaan Kepala Negara tidak tak terbatas
¬
SEBELUM PERUBAHAN
Pasal 5 ayat (1) UUD 1945
“Presiden memegang Kekuasaan Membentuk UU dengan persetujuan DPR” Penjelasan Pasal 5 ayat (1) Kecuali executive power, Presiden bersama-sama DPR menjalankan legislative power dalam negara

HUBUNGAN PASAL DAN PENJELASAN
Berdasarkan Pasal 5(1) : kekuasaan membentuk UU itu ada di Presiden, sedangkan DPR berfungsi memberikan persetujuan dalam arti menolak dan menerima setiap RUU yang diajukan Presiden
Apa maksud “bersama-sama” dalam penjelasan?
Arti kata “Bersama-sama”? Tidak ada penjelasan atau tafsiran dalam peraturan Negara.
Maksudnya ialah : Presiden melaksanakan ketentuan pembentukan, DPR melaksanakan (pemberian) persetujuan dengan (serentak/bersama-sama)

DPR DAN PEMBERIAN PERSETUJUAN DALAM UU
Dalam Pasal 5(1), suatu UU membutuhkan persetujuan DPR.
Persetujuan : pernyataan sepakat, atau membenarkan atau mengiyakan
Penjelasan Pasal 20 (1) : DPR harus memberikan persetujuan kpd RUU DPR tidak boleh di kesampingkan
Jadi kewenangan pembentukan UU tetap pada Presiden, dan kewenangan pemberian persetujuan pada DPR.
Agar UU tersebut dapat terbentuk, maka kewenangan itu harus dilaksanakan berbarengan.
¬
LEMBAGA NEGARA & KEKUASAANNYA
MPR : Kekuasaan Konstitutif
DPR + Presiden : Kekuasaan Legislative
Presiden : Kekuasaan Eksekutif
MA : Kekuasaan Yudikatif
DPA : Kekuasaan Konsultatif
BPK : Kekuasaan Inspektif

SISTEM PEMERINTAHAN SESUDAH UUD 1945
Negara Indonesia adalah negara Hukum
Kekuasaan tertinggi di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD 1945
MPR terdiri dari DPR & DPD yang dipilih melalui PEMILU---- Mengubah dan Menetapkan UUD serta Melantik Pres dan Wapres, & menetapkan Pres & Wapres bila ada kekosongan kekuasaan
Presiden sebagai penyelenggara tertinggi
Presiden tidak bertanggungjawab pada DPR
Menteri Negara pembantu Presiden, & tidak bertanggungjawab pada DPR
Kekuasaan Negara tidak tak terbatas

SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945
Pasal 5 ayat (1) = Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR
Pasal 20 UUD 1945 (ayat 1-5), = Tapi pada pasal 20 (2), persetujuan bersama tetap dibutuhkan.

LEMBAGA NEGARA SETELAH PERUBAHAN UUD = MPR, DPR, DPD, PResiden, MA,
MK, KY, BPK.

KESIMPULAN
Lembaga Negara pembentuk peraturan perundang-undangan adl Presiden sebagai pembentuk UU, sedangkan DPR sebagai pemberi persetujuan RUU yang diajukan
Tunduknya wn thd UU karena UU tersebut merupakan hasil dari persetujuan rakyat juga
Maka…
Dengan masih adanya persyaratan bersama dalam persetujuan :
Tidak ada perubahan yang mendasar dari kewenangan yang diberikan dalam UUD sebelum dan sesudah perubahan.


JENIS PERATURAN PER-UU-AN
PERATURAN DI TINGKAT PUSAT:
 UNDANG-UNDANG/PERPU
 PP
 PerPres
 Permen
 Peraturan Ka LPND
 Peraturan Dirjen
 Peraturan Badan HUkum Negara

PERATURAN PERUNDANG-UNDANG DAERAH
 Perda Propinsi
 Peraturan Gubernur/Ka Daerah Provinsi
 Perda Kabupaten/Kota
 Peraturan Bupati/Walikota/Ka. Daerah Kabupaten/Kota

UNDANG-UNDANG
 Dibentuk oleh kewenangan lembaga legislatif
 Jenis tertinggi dari perat perUUan
 Langsung dapat mengikat umum/masyarakat
 Telah dapat dicantumkan sanksi pidana sanksi pemaksa
 Pandangan adanya pergeseran legislatif
 Pasal 5(1) jo Pasal 20 Perubahan mempunyai makna kekuasaan membentuk UU sebenarnya dipegang bersama oleh Presiden dan DPR
 Walaupun pasal 20 (1) seakan memberikan kekuasaan “lebih” namun pada ayat selanjutnya, malah menekankan kekuasaan besar pada Presiden
 Pasal 20 (2) RUU dibahas bersama DPR dan Presiden untuk mendapat persetujuan bersama
 Pasal 20 (3) Jika tidak mendapatkan persetujuan bersama, tidak boleh diajukan kembali
 Pasal 20 (4) Presiden mengesahkan RUU yang telah disetujui bersama untuk menjadi UU
 Pasal 20 (5) bila RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan dalam waktu 30 hari semenjak disetujui, maka RUU itu sah menjadi UU dan wajib diundangkan

UNDANG-UNDANG
Pemahaman UU di Negara Belanda
 Undang-Undang arti Formal (wet in formele zin )
 Undang-Undang arti Materiil ( wet in materiele zin)

UNDANG-UNDANG “POKOK”
Dikenal adanya raamwet atau moederwet
Pembentuk Grondwet = Pembentuk Raamwet


PERPU
 Pasal 22 UUD 45
 Perpu setingkat dengan UU
 Dalam hal kegentingan memaksa
 UU biasanya memakan waktu yang relatif lama
 Keyakinan Presiden untuk mengatur hal yang sama dengan materi muatan UU dalam keadaan yang mendesak
 Diajukan pada sidang berikutnya, bila tidak disetujui oleh DPR, harus dicabut
 Biasanya di terima dengan beberapa perubahan
 Pasal 139 Konstitusi RIS
 Pasal 96 UUD 1950

PERATURAN PEMERINTAH
 Ps 5 (2) UUD 1945
 Menjalankan UU sebagaimana mestinya
 Secara teknis saja namanya “perat pemerintah” padahal yang membuat adalah PRESIDEN
 Boleh mencantumkan sanksi pidana bila, UU nya mencantumkan sanksi pidana

KARAKTERISTIK PP MENURUT PROF HAMID
 PP tidak dapat dibentuk terlebih dahulu sebelum ada UU induknya
 PP tidak dapat mencantumkan sanksi bila tidak ada sanksinya di UU yg bersangkutan tdk ada
 Ketentuan PP tidak dapat menambah atau mengurangi ketentuan yang ada di UU yg ersangkutan
 Untuk menjabarkan, merinci, menjalankan UU maka dapat dibentuk PP walau tidak didelegasikan oleh ketentuan UU
 Ketentua PP berisi peraturan atau gabungan prtrn dan penetapan

JENIS PERATURAN YG BERLAKU DI HINDIA BELANDA
 WET = Dibentuk oleh Regering dan Staten Generaal, Dengan nasihat dari Raad van State, Berlaku di Belanda dan Hindia Belanda, Wetboek Van Straftrecht, Burgelijk Wetboek, Terjemahan tidak resmi, Kitab Wet tentang Hukum Pidana, Kitab Wet tentang Hukum Perdata, Disamakan dengan UU

 AMvB = Dibentuk Kroon (Raja) dan Menteri serta mendapat nasihat dari Raad van State, Berlaku di negeri Belanda dan Hindia Belanda, Dibentuk di Belanda, Disetingkatkan dengan UU

 Ordonnantie = Dibentuk oleh Gouverneur Generaal ( Gubernur Jendral ) dan Volksraad (Dewan Rakyat), Dibentuk di Jakarta, Berlaku di Wilayah HIndia Belanda, Disamakan dengan Undang-Undang

 Regeringsverordening = Dibentuk Gouverneur Generaal Di Jakarta, Berlaku di wilayah Hindia Belanda, Peraturan Pelaksana Wet, AMvB, Ordonnantie, Disetarakan dengan PP



PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ZAMAN ORDE LAMA
 PENPRES (Penetapan Presiden) dan PERPRES (Peraturan Presiden)
 Berdasarkan Surat Presiden kepada Ketua DPR no.3639/Hk/59 tanggal 26 Nopember 1959 tentang Penjelasan atas Bentuk Peraturan Negara.


ARGUMENTASI DARI PRESIDEN
 Setelah adanya Dekrit 5 Juli 1959, Presiden mempunyai kewenangan luar biasa u. bertindak.
 Bersumber pada UUD 1945 :
a. khusus pada Pasal IV aturan Peralihan, sebelum MPR, DPR dan DPA dibentuk PENPRES
b. Bersumber dari Ps.4 (1) UUD 1945 dan bersumber pada PENPRES dinamakan dengan PERPRES
 Bersumber dari luar UUD 1945, bersumber dari DEKRIT PRESIDEN ---- PENPRES



ORDE BARU
 MPRS dalam rangka pemurnian UUD 1945 -- meninjau produk legislatif
 TAP MPRS XIX/1966 : Peninjauan kembali produk legislatif negara diluar produk MPRS yang tdk sesuai dengan UUD 1945 yang mengatur a.l
a. UU&PERPU yang bertentangan dengan UUD1945 ditinjau kembali
b. Peninjauan kembali harus sudah selesai dalam waktu 2 tahun
c. Bila peninjauan belum selesai, dapat tetap berlaku
d. Tidak dibenarkan kembali adanya Penpres dan Perpres

 MPR berusaha memurnikan pelaksanaan UUD 1945 dan melakukan peninjauan kembali thd produk legislatif.
 TAP MPRS No.XIX/MPRS/1966
a. Yang isi dan tujuan sesuai dengan hati nurani----- UU
b. Tidak memenuhi huruf a, dinyatakan tidak berlaku. Diatur dengan peraturan perUUan lain
 Semua PENPRES dan PERPRES sejak 5 juli ditinjau kembali
 Menugaskan Pemerintah bersama DPR GR melaksanakan peninjauan kembali PENPRES/PERPRES, dengan :
a. Penpres/Perpres yang sesuai dengan hati nurani rakyat– UU
b. yang tidak sesuai dengan butir a, dinyatakan tidak berlaku dalam perat perUUan

BERBAGAI UU PUN MUNCUL…
 UU no.25 Tahun 1968 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai Penpres dan PerPres
 UU no.5 Tahun 1969 tentang Pernyataan berbagai Penpres dan Perpres sebagai UU
 UU no. 6 Tahun 1969 tentang Pernyataan tidak berlakunya berbagai UU dan PERPU
UU no.7 tahun 1969 tentang Penetapan berbagai PERPU menjadi UU
MASALAH :
UU no. 5 Tahun 1969 Menggolongkan menjadi 3 golongan :
a. Golongan I : Penpres dan Perpres menjadi UU
b. Golongan II A : Perpres ditetapkan menjadi UU kondisional
Golongan II B : Penpres ditetapkan menjadi UU Kondisional
c. Golongan III A : Perpres diserahkan untuk ditinjau kembali
Golongan III B : Penpres diserahkan untuk ditinjau kembali



MATERI MUATAN UU

LATAR BELAKANG
Mengingat bahwa undang-undang merupakan perwujud-an dari kedaulatan, maka sebagian besar ahli berpendapat bahwa materi muatan undang-undang tidak dapat ditentukan lingkup materinya.
Artinya, semua materi dapat menjadi materi muatan undang-undang, kecuali bila undang-undang memang tidak berkehendak mengatur atau menetapkannya.

Pendapat tersebut, berimplikasi pada fakta yang ditemukan oleh Thorbecke:
Grondwet meminjam pemahaman tentang wet hanyalah dari orang atau badan hukum yang membentuknya. Grondwet membiarkan pertanyaan terbuka mengenai apa yang di negara kita harus ditetapkan dengan wet dan apa yang boleh ditetapkan dengan cara lain. Sebagaimana halnya dengan grondwet2 lainnya, Grondwet (inipun) berdiam diri (untuk) merumuskan materi muatan yang khas bagi wet (het eigenaardig onderwerp der wet).

A. Hamid S. Attamimi, terinspirasi oleh temuan Thorbecke, berpendapat berbeda dengan sebagian besar ahli. Menurut beliau, materi muatan Undang-Undang di Indonesia merupakan hal yang penting untuk dicari dan diteliti.
Ø pembentukan undang-undang suatu negara bergantung pada: cita negara dan teori bernegara, kedaulatan dan pembagian kekuasaan dalam negara, dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.
Ø Tata susunan perat. per-uu-an Indonesia ditetapkan tidak dengan tanpa dasar. Perat. per-uu-an dibentuk oleh lembaga-lembaga yang berbeda sehingga masing-masing memiliki kedudukan dan fungsi yang berbeda. Dengan demikian, masing-masing memiliki juga materi muatan yang berbeda.

PENGERTIAN MATERI MUATAN UU
Materi Muatan Undang-Undang adalah materi-materi yang jika hendak diatur, maka pengaturan (pertama kali) atas materi itu harus dengan Undang-Undang.
Materi-materi tersebut bisa diatur dengan perat. per-uu-an lain sepanjang perat. per-uu-an yang bersangkutan mendapatkan atribusi atau delegasi kewenangan pengaturan dari Undang-Undang.

KERANGKA TEORITIS
Pasal 4 (1) UUD 1945 menentukan, bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.
Jellinek berpendapat, bahwa pemerintahan negara, secara formal mengandung kekuasaan mengatur dan memutus, dan secara material mengandung kekuasaan memerintah dan menyelenggarakan.
• …
Jika ketentuan dalam Pasal 4 (1) UUD 1945 dikaitkan dengan pendapat Jellinek, maka Presiden, sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, bisa membentuk semua perat. per-uu-an di Indonesia dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara.
Namun, Pasal 5 (1) UUD 1945 (lama) menentukan, bahwa Presiden memegang kekuasaan membentuk Undang-undang dengan persetujuan DPR.
• …
Artinya, dalam membentuk perat. per-uu-an yang jenisnya Undang-Undang, Presiden harus mendapatkan persetujuan DPR, sementara dalam pembentukan perat. per-uu-an lainnya persetujuan itu tidak dibutuhkan.
Dengan demikian, keharusan mendapatkan persetujuan DPR merupakan pembeda Undang-Undang dengan perat. per-uu-an lain. Oleh karena itu, pembentukan Undang-Undang (pastinya) terkait dengan suatu materi yang sifatnya khusus.
• …
Mengingat kewenangan pengaturan oleh perat. per-uu-an lain bersumberkan pada atribusi dan delegasi kewenangan dari Undang-Undang, maka materi muatan Undang-Undang perlu untuk ditentukan. Dengan telah ditentukannya materi muatan Undang-Undang, maka akan bisa ditentukan materi muatan perat. per-uu-an lainnya.


ASAS2 PEMBENTUKAN PERATURAN PER-UU-AN yg BAIK
Adalah suatu pedoman atau suatu rambu2dlm pembentukan peraturan per-UU-an yg baik.

Burkhardt krems (staatsliche rechtssetzung), shg pembentkan peraturan itu mnyangku :
1. Isi peraturan (inhalt der regelung)
2. Bentuk dan susuna peraturan (form der regelung)
3. Metode pembentukan peraturan (methode der ausarbeitung der regelung)
4. Prosedur dan proses pembentukan peraturan.

IC Van der vlies
Asas formal :
1. Asa tujuan yg jelas
2. Asas organ / lembaga yg tepat
3. Asas perlunya pengaturan
4. Asas dapatnya dilaksanakan
5. Asas konsensus
Asas material :
1. Asas ttg terminologi dan sistematika yg benar
2. Asas ttg dpt dikenali
3. Asas perlakuan yg sama dlm hukum
4. Asas kepastian hukum
5. Asas pelaksanaan hkm sesuai keadaan individual.

Asas2 pembentukan peraturan per-UU-an yg patut. (hamid s atamini)
1. Cita hkm indonesia
2. Asas negara berdasar atas hukum dan asas pemerintahan berdasar sistem konstitusi
3. Asas2 lainnya.

Dgn demikian. Asas2 pembentukan peraturan per-UU-an indonesia yg patut akan mngikuti pedoman dan bimbingan yg diberikan oleh :
1. Cita hkm indonesia yg tdk lain melainkan pancasila (sila2 dlm hal tsb berlaku sbgai cita idee yg berlaku sbgai bintang pemandu
2. Norma fundamental negara yg jg tdk lain melainkan pancasial (sila2 dlm hal tsb berlaku sbg norma)
3. Asas2 negara berdasar atas hukum yg menempatkan UU sbg alat pengaturan yg khas berada dlm keutamaan hkm (der primat des recht)
4. Asas2 pemerintahan berdasar sistem konstitusi yg mnempatkan UU sbgai dsr dan batas penyelenggaraan kegiatan2 pemerintahan.

ASAS2 PEMBENTUKAN PERATURAN PER-UU-AN YG PATUT ITU JG MELIPUTI :
1. Asastujuan yg jls
2. Asas perlunya pengaturan
3. Asas organ/ lembaga dan materi muatan yg tepat
4. Asas dapat dilaksanakannya
5. Asas dapatnya dikenali
6. Asas perlakuan yg sama dlm hukum
7. Asas kepastian hkm
8. Asas pelaksanaan hkm sesuai keadaan individual

Mnrt HAMID dibagi jg ke dlm ;
1. asas2 formal :
a. asas tujuan yg jls
b. asas perlunya pengaturan
c. asas organ/ lembaga yg tepat
d. asas materi muatan yg tepat
e. asas dapatnya dilaksanakan
f. asas dapatnya dikenali
2. asas material :
a. asas sesuai dgn cita hkm indonesia dan norma fundamental ngra
b. asas sesuai dgn hkm dsr ngra
c. asas sesuai dgn prinsip2 ngra berdasar atas hkm
d. asas sesuai dgn prinsip2 pemerintahan berdasar sistem konstitusi.

ASAS2 MNRT UU NO. 10 /2004 PSL 5
a. asas kejelasan tujuan dlh bhw setiap pembentukan peraturan per-UU-an hrs mpunyai tujuan yg jls yg hendak dicapai
b. asas kelembagaan atau organ pemebntuk yg tepat = stp jenis pertran per-UU-an hrs dibuat oleh lembaga/ pejabat pembentuk prtrn per-UU-an yg berwenang. Prtrn per-UU-an tsb dpt dibatalkan atau batal demi hkm, bila dibuat oleh lembaga/pejabat yg tdk berwenang.
c. Asas kesesuaian antara jenis dan materi muatan = bhwa dlm pembentukan peraturan per-UU-an hrs benar2 memperhatikan materi muatan yg tepat dgn jenis peraturan per-UU-an
d. Asas dpt dilksnakan = pmbentukan peraturan per-UU-an hrs mperhitungkan efektifitas peraturan per-UU-an tsb di dlm masy, baik scr filosofis, yuridis maupun sosiologis
e. Asas kedayagunaan dan kehasilgunaan = bhw stp peraturan per-UU-andibut krn memang bnr2 dibutuhkan dan bermanfaat dlm mngatur khdpn bermasy, berbangsa, dan bernegara.
f. Asas kejelasan rumusan = stp peraturan per-UU-an hrs memenuhi persyaratan teknis penyusunan peraturan per-UU-an, sistematika dan pilihan kata atau terminologi. Tdk menimbulakn berbagai macam interpretasi dlm pelaksanaannya.
g. Asas keterbukaan = bhw dlm proses peraturan per-UU-an mulai dr perencanaan, periapan, penyusunan dan pembahasan bersifat terbuka dan transfaran.

MNRT PASAL 6 :
a. Asas pengayoman : fungsi perlindungan
b. Asas kemanusiaan : materi muatan peraturan per-UU-an hrs mncerminkan pengayoman dan perlindungan HAM WN dan penduduk scr proporsional
c. Asas kebangsaan : materi muatan peraturan per-UU-an hrs mncerminkan musyawarah utk mncapai mufakat dlm stp pengambilan kptsn
d. Asas kenusantaraan : materi muatan peraturan per-UU-an hrs mrpkn bagian dr sistem hkm nasional yg brdsrkan pancasila dan jg memperhatikan kepentingan slrh wil indo.
e. Asas bhineka tunggal ika
f. Asas keadilan : materi muatan peraturan per-UU-an hrs mncerminkan keadilan scr proporsional bg stp wn tnp kecuali
g. Asas kesamaan kedudukan dlm hkm dan pemerintahan.
h. Asas keterlibatan dan kepastian hkm
i. Asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.